TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan perusahaannya belum menyepakati perubahan kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi mineral logam sementara, yang diterbitkan pemerintah. “Kami belum sepakat karena merasa belum ada kepastian jaminan investasi,” kata Riza kepada Tempo, Ahad, 12 Februari 2017.
Riza mengatakan Freeport akan menyepakati penerbitan IUPK jika disertai perjanjian stabilitas investasi dengan tingkat kepastian fiskal dan hukum yang sama seperti KK. Menurut dia, persyaratan itu sangat penting untuk rencana investasi jangka panjang Freeport di Indonesia.
Baca: Pemerintah Berikan PT Freeport Status IUPK
Lantaran belum ada kesepakatan tentang status, ekspor mineral Freeport hingga kini belum berlanjut. Kepada kantor berita Reuters, akhir pekan lalu, juru bicara Freeport-McMoRan Inc, Eric Kinneberg, mengklaim belum bisa mengekspor konsentrat sejak 12 Januari lalu. Induk usaha Freeport Indonesia tersebut menyatakan akan melanjutkan negosiasi dengan pemerintah Indonesia, dengan syarat izin usaha pertambangan yang baru sesuai dengan KK yang saat ini mereka anut.
“Kondisi ini kritis bagi Freeport Indonesia yang memiliki rencana investasi jangka panjang,” ujar Kinneberg. Dia menyatakan izin usaha tambang yang baru mensyaratkan Freeport harus membayar pajak dan royalti. Selain itu, perusahaan wajib melepas 51 persen saham Freeport Indonesia kepada pemerintah atau naik dari sebelumnya yang hanya wajib 30 persen. Hingga kini, Freeport baru mendivestasi 9,36 persen sahamnya.
Baca: Pemerintah Setujui Permohonan Freeport dan AMNT
Pernyataan Freeport tersebut disampaikan sesaat setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengumumkan telah menerbitkan IUPK sementara bagi Freeport. Padahal, setelah IUPK sementara terbit, Freeport bisa mendapatkan izin ekspor konsentrat. Pemerintah melarang Freeport mengekspor konsentrat seiring dengan target untuk mendorong realisasi pembangunan pabrik pemurnian logam (smelter).
Freeport menyatakan larangan ini menyebabkan produksi tambang Grasberg, Papua, turun 70 juta pound tembaga per bulan. Perusahaan ini pun mengancam akan ada pengurangan tenaga kerja hingga 30 ribu orang jika izin ekspor tidak terbit hingga pertengahan Februari 2017.
Baca: Menteri Jonan: Freeport Sepakat Akhiri Kontrak Karya
Pada Jumat lalu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia Bambang Gatot Ariyono mengatakan telah menyetujui permohonan perubahan bentuk pengusahaan Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus operasi produksi mineral logam. Freeport mengajukan surat permohonan perubahan status pada 26 Januari 2017, sementara AMNT mengajukan surat serupa pada 7 Februari 2017.
FERY FIRMANSYAH | GHOIDA RAHMAH | ABDUL MALIK | VINDRY FLORENTIN