TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono, menegaskan pembangunan Light Rail Transportation (LRT) Jabodebek tak bisa prasarana saja, sarananya juga harus dibangun. "Pembangunan sarana itu di PT KAI, PT Adhi Karya hanya prasarana saja. KAI bisa bekerja sama dengan badan usaha lain," kata Prasetyo saat ditemui di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Jumat 10 Februari 2017.
Baca:
Menteri PU Usulkan 57 Proyek Strategis Rp 300 Triliun
Ini Daftar 20 Proyek Strategis Nasional yang Telah Rampung
Prasetyo mengungkapkan, sebuah pekerjaan tidak bisa dikatakan selesai, jika hanya prasarananya yang ada. Hal inilah yang dia lihat membedakan antara pembangunan kereta api, dengan jalan tol. "Ini semua harus selesai dan beroperasi, tak ada pilihan lain."
Ketika ditanyakan apakah sulit membangun sarana, Prasetyo menyatakan tidak sulit. Nantinya PT KAI akan menyediakan 30 set kereta untuk proyek LRT ini, yang terdiri dari 5-6 kereta di masing-masing set. "Pada tahun ketiga 200 ribu penumpang per hari (target)," ujar Prasetyo.
Simak:
Adhi Karya Teken Kontrak LRT Jabodebek Rp 23,3 Triliun
Pengembangan Pesawat Diusulkan Jadi Proyek Strategis
Direktur Utama PT Adhi Karya Budi Harto mengatakan saat ini ada sejumlah pengadaan yang sedang dalam proses tender. Pengadaan itu seperti sinyal rel misalnya. "Kalau rolling stock, itu dari PT Kereta Api sendiri."
PT Adhi Karya akhirnya menandatangani kontrak pembanguan Light Rail Transportation Jabodebek Tahap I. Namun Direktur Utama PT Adhi Karya Budi Harto mengatakan dalam kontrak tersebut belum tercantum mengenai skema pembiayaan proyek itu.
Kontrak yang ditandatangani senilai Rp 23,3 triliun. Namun dalam kontrak tersebut belum mengatur soal skema pembiayaan, alasannya skema pembiayaan proyek yang tersebut baru akan diputuskan dalam 30 hari ke depan.
DIKO OKTARA