TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memperkirakan defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun 2017 ini akan membesar dibandingkan kondisi saat ini yang cukup rendah berada di bawah US$ 17 miliar.
“Mungkin tahun ini akan meningkat defisitnya menjadi US$ 22-23 miliar," ujarnya saat ditemui usai Mandiri Investment Forum 2017 di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Februari 2017.
Baca: Tol Jakarta-Cikampek II Elevated Dibangun Maret
Selama tahun lalu, Agus menyebutkan, neraca pembayaran Indonesia pada 2016 mencatatkan kinerja yang sangat positif. Tahun lalu, neraca pembayaran mengalami surplus sebanyak US$ 12 miliar setelah pada tahun sebelumnya mengalami minus sebesar US$ 1 miliar.
"Kuartal IV, transaksi berjalan kita memegang rekor karena turun ke 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan capaian tersebut, sepanjang 2016, transaksi berjalan ada di level 1,8 persen dari PDB," kata Agus.
Defisit transaksi berjalan yang diprediksi akan membesar pada 2017, menurut Agus, harus diantisipasi pemerintah. Meningkatnya defisit transaksi berjalan tersebut membuat transaksi berjalan yang saat ini berada di level 1,8 persen dari PDB diperkirakan akan meningkat menjadi 2,4 persen dari PDB. "Tapi secara umum masih di bawah 2,5 persen dari PDB. Itu adalah level yang kita bisa terima dan sehat," tuturnya.
Walaupun terdapat tantangan dari sisi transaksi berjalan, Agus mengatakan, neraca pembayaran didukung oleh adanya financial account yang memiliki komponen utama portfolio dan foreign direct investment. "Kami lihat cukup seimbang. Swasta akan mulai investasi tapi portfolio akan terus mengalir," katanya.
Hingga awal Februari ini, menurut Agus, sudah terdapat dana lebih dari Rp 24 triliun yang masuk ke Indonesia. Agus pun menilai, peluang meningkatnya investasi, khususnya dari swasta, cukup besar. "Peran konsumsi swasta cukup baik, tapi investasi tidak tinggi. Pada 2017, ekonomi dunia membaik. Ini akan nenjadu peluang bagi swasta," ujarnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI