TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono mengatakan saat ini pemerintah sedang mengevaluasi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sementara yang diajukan oleh PT Freeport Indonesia, unit usaha perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc. Setelah IUPK sementara diajukan oleh Freeport, pemerintah akan menunjuk verifikator independen untuk memproses permohonan mereka. Freeport Indonesia sudah tidak mengekspor konsentrat sejak 12 Januari 2017.
“Verifikator independen nanti ditunjuk pemerintah. Ya Dirjen paling tidak. Sesegera mungkin. Sekarang sudah mulai dibahas,” ujar Bambang saat ditemui di Jakarta, Senin, 6 Februari 2017.
Baca: Temui Menteri Luhut, Direktur CTI-CFF Bahas Sampah Plastik
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya menyatakan telah memberi lampu hijau bagi Freeport untuk mengantongi status IUPK sementara. Dengan adanya izin itu maka Freeport bisa kembali mengekspor konsentrat selama enam bulan ke depan. Namun izin itu dikeluarkan semata agar perusahaan itu dapat menjalankan ekspor sembari menunggu proses perubahan status kontrak karya menjadi sepenuhnya IUPK.
Waktu pemberlakuan IUPK sementara ini lebih lama dari yang diberikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, yakni 14 hari kalender sejak pengajuan dokumen lengkap. Namun kata Luhut, keputusan IUPK sementara selama enam bulan tidak melanggar peraturan yang berlaku, melainkan solusi terbaik bagi pemerintah dan Freeport.
Bambang menambahkan, hingga saat ini Freeport juga tak menyinggung tentang permintaan izin ekspor. Karena itu aktivitas ekspor juga belum mereka lakukan. “Izin ekspor dia belum mengajukan sama sekali. Kalau IUPK belum keluar, bagaimana mau ekspor. Saya bilang, sekarang masih diproses. Belum ada keluar IUPK sementara,” kata dia.
Namun dalam dokumen yang diajukan Freeport mengajukan komitmen mereka untuk membangun smelter. “Iya mengajukan, mereka bangun sendiri,” ucapnya.
Baca: Menteri Amran Targetkan 1.000 Toko Tani di Jabodetabek
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Sujatmiko, membenarkan Freeport telah mengajukan keinginan mereka untuk berubah menjadi IUPK. Sebelumnya, Freeport memegang status Kontrak Karya (KK) dalam mengelola tambangnya, sehingga IUPK yang dimaksudkan Menteri Luhut merupakan suatu proses transisi. “Dasar hukum ya syaratnya kan sesuai dengan IUPK sendiri. Menuju definitif itu kan pemerintah memberikan transisi untuk usaha mereka. Bisa dibilang ini transisi, sambil menunggu fixnya,” kata dia.
Dalam masa transisi itu, Tim Direktorat Jenderal Mineral, Tambang dan Batubara (Minerba) akan melakukan evaluasi hingga akhirnya izin ekspor bisa kembali dikeluarkan. “Syaratnya kan satu-satu. Pertama perizinannya memenuhi syarat untuk memohon ekspor, baru setelah memenuhi syarat mereka akan mengajukan untuk berapa lama, begitu. Step by step. Nanti ikut yang itu,” ujar dia.
Baca: DPR Ingin Direktur Baru Pertamina Berpengalaman di Migas
Untuk diketahui, pada 11 Januari 2017 lalu Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara atau biasa disingkat PP Minerba.
PP ini menegaskan perusahaan pemegang KK harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter maka dilarang ekspor. Kemudian jika ingin tetap ekspor harus mengubah statusnya dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, maka Freeport juga berkewajiban melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.
DESTRIANITA