TEMPO.CO, Jakarta – Guru besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Mukhtasor, menilai Kementerian BUMN gagal menciptakan tata kelola BUMN yang baik. Anggapan itu merujuk pada pemberhentian Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang, kemarin.
“Pencopotan Direktur Utama Pertamina terjadi semena-mena justru ketika prestasi Pertamina naik dan bergerak menuju posisi yang ditempati perusahaan migas internasional,” kata Mukhtasor dalam keterangan tertulis, Sabtu, 4 Februari 2017.
Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang resmi dicopot dari jabatannya lantaran dinilai memiliki masalah dalam kepemimpinan. Menteri BUMN Rini Soemarno menuturkan kehadiran wakil direktur utama bukannya membuat kinerja direksi membaik malah menjadi tidak ada kerja sama. Padahal keberadaan posisi itu telah melalui proses konsultasi dan disetujui dewan komisaris.
Baca: Ini Alasan Pencopotan Direktur Utama Pertamina dan wakilnya
Mukhtasor menilai seharusnya pemerintah mengapresiasi kinerja Pertamina. Misalnya, pada kebijakan pembubaran Petral, transformasi dan efisiensi, program pembangunan kilang untuk peningkatan kemandirian energi, kinerja dan prestasi finansial, serta keberhasilan BBM nasional satu harga. Ia menilai pencopotan pada struktur manajemen puncak dengan alasan kepemimpinan adalah mengada-ada.
“Jika alasan pelengseran tersebut adalah ketidakkompakan antardireksi, justru Kementerian BUMN dan Komisaris dalam hal ini yang paling bertanggung jawab,” kata Mukhtasor. Ia menganggap ketidakkompakan yang terjadi makin tampak setelah adanya restrukturisasi organisasi direksi yang artinya posisi wakil direktur utama adalah posisi yang diada-adakan.
Baca: Rini: Presiden Tahu Pemberhentian Direksi Pertamina
Anggota Dewan Energi Nasional periode 2009-2014 tersebut mengatakan restrukturisasi dengan menambah posisi wakil direktur utama ternyata bukan karena alasan strategis perusahaan, apalagi alasan kepentingan negara. Buktinya adalah, ketika direktur utama bisa didongkel, posisi wakil direktur utama tersebut dihapus atau setidaknya sampai kini dibiarkan tanpa pejabat pelaksana tugas. Padahal posisi wakil direktur utama tersebut baru berusia tiga bulan.
Menurut Mukhtasor, peristiwa pencopotan pimpinan Pertamina tersebut memberi pesan kepada publik bahwa restrukturisasi itu memang alat atau sarana pendongkelan. Ia meminta Presiden segera mengevaluasi kepada Menteri BUMN dan Komisaris Pertamina agar BUMN yang mengelola hajat hidup orang banyak ini tidak menjadi keuntungan dari kelompok kepentingan. Selain itu, agar Pertamina benar-benar menjadi kuat sebagai tangan negara mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional.
DANANG FIRMANTO