TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan menyatakan dana repatriasi amnesti pajak baru mencapai Rp 105 triliun hingga 27 Januari 2017. Perolehan itu naik tipis jika dibandingkan satu bulan sebelumnya pada 27 Desember 2017, yakni Rp 89,6 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad menuturkan, sebagian besar wajib pajak masih memilih menampung dana miliknya di dalam negeri melalui simpanan perbankan, dengan porsi 70,9 persen dari total dana repatriasi. "Yang masuk ke Dana Pihak Ketiga perbankan sebesar Rp 74,8 triliun," ujarnya di Jakarta, Jumat,3 Februari 2017.
Hadad menuturkan wajib pajak pemohon amnesti masih sedikit yang menginvestasikan dana repatriasinya di produk non-perbankan.
Secara komposisi, dana repatriasi yang masuk ke produk asuransi sebesar satu persen dari total dana repatriasi sebesar Rp 105 triliun, ke bursa saham enam persen, ke manajer investasi dua persen, sektor non-keuangan seebsar sembilan persen. "Dan yang masuk ke produk kategori lainnya, seperti sektor riil, sebesar 11 persen," ujar dia.
Dia mengakui total dana repatriasi yang masuk hingga 27 Januari 2017 belum sesuai dengan komitmen yang pernah dinyatakan wajib pajak pada periode I amnesti pajak sebesar Rp140 triliun.
Meskipun demikian, ujar dia, pasokan dana repatriasi itu telah menopang likuiditas perbankan sehingga perbankan dapat gencar menyalurkan kredit.
Muliaman masih melihat kondisi likuiditas di domestik akan menopang industri perbankan untuk mencapai target pertumbuhan kredit di 9-12 persen.
Adapun hingga Desember 2016, pertumbuhan kredit secara tahun berjalan sebesar 7,87 persen, dengan rincian kredit rupiah tumbuh 9,15 persen dan kredit valuta asing 0,92 persen.
Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh 9,6 persen per Desember 2106, dengan rincian DPK rupiah tumbuh 11,63 persen dan DPK valas tumbuh negatif di -0,33 persen.
ANTARA