TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku industri meminta perbaikan mekanisme impor produk kosmetika setelah terbit peraturan yang menghapuskan kewajiban verifikasi barang dari luar negeri di pelabuhan.
"Kosmetika satu-satunya sektor yang didiskriminasikan. Maka terbukti impor ilegal meningkat," kata Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia Putri K. Wardhani dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu, 1 Februari 2017.
Baca: Kawasan T.B. Simatupang Tak Lagi Jadi Favorit Pebisnis
Menurut Putri, penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/2015 tentang Angka Pengenal Importir memicu banjir aneka barang impor, termasuk produk kosmetika. Berdasarkan data post market audit yang dilakukan oleh BPOM, impor kosmetika secara ilegal kian meningkat. Bahkan, saat ini jumlahnya melebihi produk legal.
Lihat juga: Industri Kosmetik Dihantam Produk Ilegal
"Ini membuktikan bahwa kebijakan mengecualikan wajib verifikasi bagi sektor kosmetika adalah hal yang tidak tepat," ucap Putri.
Ia pun mengharapkan ada evaluasi dari kebijakan tersebut karena penghilangan verifikasi impor tidak sejalan dengan semangat untuk menggerakkan industri dalam negeri. Apalagi, kondisi ekonomi global masih dilanda kelesuan.
Simak pula: Penjual Kosmetik Palsu Raup Omzet Puluhan Juta
Selain itu, Putri meneruskan, membanjirnya produk impor ilegal juga bisa mengancam kondisi fiskal karena barang-barang dari jalur tidak resmi, tidak membayar pungutan bea masuk. "Kerugian bagi pengusaha-pengusaha formal, legal, dan patuh karena kehilangan pasar, dan terakhir keamanan kesehatan konsumen tidak terjamin."
Menurut data BPOM, produk impor menguasai pasar kosmetik hampir 60 persen. Pada 2013-2014, kosmetik impor bahkan mendominasi pangsa pasar, sedangkan kosmetik dalam negeri justru menurun.
BPS juga mencatat, ketika ketentuan verifikasi impor kosmetika masih diberlakukan terjadi penurunan impor 14 persen dari 2013-2015. Namun, ketika ketentuan verifikasi dihilangkan terjadi peningkatan impor sekitar 7 persen dalam waktu setahun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartarti mengingatkan pemerintah agar memberi dukungan nyata bagi pelaku industri dalam negeri. Jangan sampai berbagai kebijakan atau deregulasi yang dikeluarkan, justru malah membuat produk dari negara lain mudah masuk.
Menurut Enny, banyak kebijakan yang tidak sinkron bisa diidentifikasikan dan justru melemahkan industri dalam negeri, terutama yang berkaitan dengan kebijakan perdagangan dan importasi. "Begitu dibebaskan untuk impor, maka sulit mendeteksi jenis, spesifikasi produk, karena tercampur," ujarnya. "Itu memberikan peluang kebocoran. Produk-produk yang mestinya dilakukan pengendalian tercampur dengan produk lain."
ANTARA