TEMPO.CO, Jakarta - Tingkat inflasi pada Januari 2017 diperkirakan lebih tinggi dari inflasi periode sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor pendorong inflasi, di antaranya kenaikan tarif listrik 900 VA dan kenaikan harga sejumlah bahan pangan bergejolak atau volatile foods.
"Kami hitung bulan ini sekitar 0,58 persen, memang selain faktor tadi sudah musiman kalau awal tahun selalu tinggi," ujar Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, saat dihubungi, Selasa, 1 Februari 2017.
Baca : Tekan Kesenjangan Ekonomi, Pemerintah Siapkan 10 Program
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan mengumumkan secara resmi hasil inflasi sepanjang Januari 2017. Andry berujar pemicu inflasi Januari yang paling mencolok juga diperlihatkan oleh kenaikan harga bahan pokok. "Contohnya cabai, lalu daging juga menyumbang sedikit."
Andri mengatakan menjelang Februari tingkat inflasi diperkirakan akan kembali menurun. "Lalu memasuki musim panen pada Maret dan April juga inflasi akan rendah, asalkan panen nggak geser," kata dia. Sehingga, deflasi kemungkinan akan terjadi pada periode-periode musim panen itu.
Direktur Departemen kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung, memprediksikan inflasi keseluruhan pada Januari 2017 mencapai 0,69 persen. "Masih sedikit tinggi, karena ada dampak penyesuaian harga listrik 900 VA dan biaya mengurus surat tanda nomor kendaraan (STNK), surat izin mengemudi (SIM), dan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB),” katanya.
Baca : Minim Sentimen, Pergerakan Rupiah Diperkirakan Terbatas
Menurut Juda, kenaikan biaya mengurus STNK, SIM, dan BPKB menyumbang sekitar 0,24 persen, sedangkan kenaikan tarif listrik untuk 900 VA menyumbang 0,1 persen terhadap inflasi. "Karena baru kena tarif listrik yang prabayar, yang pasca bayar baru Februari."
GHOIDA RAHMAH