TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan segera menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sementara untuk PT Freeport Indonesia. Izin ini diberikan agar penambang asal Amerika Serikat itu bisa kembali mengekspor konsentrat tembaga, yang tak dilakukan sejak 11 Januari lalu.
"Ya, sesegera mungkin. Kami lihat hasil evaluasinya," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono, di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2017.
Menteri Energi Ignasius Jonan mengatakan IUPK sementara menjadi jalan keluar karena proses penerbitan IUPK permanen memakan waktu. Penerbitan itu, menurut Jonan, memakan tiga-enam bulan. Ekspor yang berhenti selama proses tersebut diprediksi mengganggu perekonomian Papua. Dampak lain adalah bertambahnya angka pengangguran.
Baca: Freeport Indonesia Segera Dapatkan Izin Ekspor
Izin sementara bisa terbit jika Freeport tetap berkomitmen membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian. "Ini kita proses. Mungkin satu-dua hari IUPK sementaranya terbit. Sebab, kalau proses yang permanen, itu memang makan waktu."
Masalahnya, menurut pakar hukum pertambangan dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi, IUPK sementara tidak memiliki dasar hukum. "Dalam Undang-Undang Minerba tidak dikenal pemberian IUPK sementara. Pemerintah seolah di bawah kendali Freeport dan bersikap lemah," tuturnya.
Redi juga tidak membenarkan bahwa penerbitan ini masuk diskresi pemerintah. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pemberian diskresi dilarang jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Baca: Produksi Minyak Sawit RI Turun, Ini Sebabnya
Jika izin terbit, Redi berencana menggugat kebijakan tersebut ke Ombudsman RI. Bersama koalisi masyarakat sipil, Redi pernah mendatangi Ombudsman untuk melaporkan kebijakan perpanjangan ekspor mineral mentah dan olahan Kementerian Energi.
Kementerian membantah telah melanggar peraturan. Menurut Bambang, syarat pemberian IUPK sementara tidak berbeda dengan IUPK permanen. "Sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara ini begitu."
Upaya Jonan ini merupakan buntut ancaman Chief Executive Officer Freeport McMoran Richard Adkerson pekan lalu. Di hadapan wartawan di New York, Amerika Serikat, Richard mengancam bakal mengurangi 40 persen produksi Freeport jika pemerintah Indonesia tidak memperpanjang ekspor.
"Karena konsentrat tidak bisa disimpan untuk waktu yang lama, sementara saat ini kami hanya bisa mengirimnya ke smelter Gresik," ucap Adkerson dalam pemaparannya yang termuat dalam laman resmi perusahaan.
Baca: Saham-saham Perusahaan Amerika Serikat Anjlok Jelang Pertemuan The Fed
Freeport sebenarnya sudah berkomitmen mengakhiri kontrak karya supaya memperoleh IUPK. Kesediaan ini tidak gratis. Freeport mengajukan dua syarat kepada pemerintah, yakni jaminan kepastian hukum dan fiskal serta perpanjangan masa operasi.
Juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, berharap kesepakatan ini diteken dalam perjanjian tertulis demi stabilitas pertambangan mineral Freeport di Tembagapura, Papua. "Kami bersedia menjadi IUPK bila disertai perjanjian stabilitas investasi untuk jaminan kepastian hukum dan fiskal."
ROBBY IRFANY