TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Rasio Gini, atau tingkat ketimpangan pengeluaran, penduduk Indonesia pada September 2016 sebesar 0,394. Angka itu menurun 0,003 poin jika dibandingkan dengan periode Maret 2016 sebesar 0,397.
Selanjutnya, Rasio Gini di daerah perkotaan tercatat sebesar 0,409 atau turun dari sebelumnya 0,410. Adapun Rasio Gini di daerah perdesaan tercatat sebesar 0,316 atau turun dari sebelumnya 0,327.
"Ini dapat dimaklumi karena orang-orang kaya lebih banyak tinggal di kota," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial M. Sairi Hasbullah, di kantornya, Rabu, 1 Februari 2017.
Baca: BPS: Surplus Neraca Perdagangan Bakal Tergerus Kenaikan BBM
Sairi berujar, Rasio Gini relatif stabil, bahkan mengalami sedikit penurunan ketimpangan. Dia menjelaskan, ketimpangan yang tidak melebar disebabkan oleh kelompok 20 persen masyarakat terkaya Indonesia hanya mengalami pertumbuhan konsumsi sebesar 3,83 persen.
"Justru di kelompok kelas menengah dengan 40 persen penduduk mengalami pertumbuhan relatif tinggi," katanya. Sairi menuturkan, pertumbuhan lapisan menengah tumbuh hingga 11,69 persen, sedangkan kelompok bawah relatif rendah, yaitu hanya 4,56 persen.
"Ini artinya proses pembangunan dalam beberapa bulan lalu lebih banyak dinikmati oleh kelompok menengah," ucapnya.
Baca: BPS: November 2016 Kinerja Ekspor Melonjak 21,34 Persen
Sairi mengatakan hal itu mengindikasikan bahwa pembangunan infrastruktur besar-besaran, kemudahan dan pemberian fasilitas usaha pada kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah, serta inflasi yang cukup rendah telah membantu perekonomian kelas menengah menggeliat. "Tapi belum cukup menyentuh masyarakat bawah."
Sementara itu, Sairi mengatakan terdapat fenomena menarik tentang angka Rasio Gini di daerah. "Ada tiga provinsi yang cukup menarik untuk dicermati," ujarnya.
Pertama, Provinsi Bangka Belitung, yang secara konsisten menunjukkan angka Rasio Gini paling rendah di Indonesia, yaitu 0,288. Menurut Sairi, hal ini menandakan pemerataan pembangunan terjadi dengan sangat baik. Fakta ini juga sejalan dengan angka kemiskinan Bangka Belitung yang relatif rendah, yaitu hanya 5,04 persen.
Kedua, Yogyakarta, dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia. Sairi menjelaskan, indikasi statistik menunjukkan perkotaan Yogyakarta total pengeluaran penduduknya 20 persen terbawah atau hanya 5,56 persen dari total seluruh pengeluaran penduduk.
Ketiga, penurunan ketimpangan yang cukup tinggi antara September 2015 hingga September 2016 di DKI Jakarta. Rasio Gini Jakarta pada September 2015 mencapai 0,421 atau menurun menjadi 0,411 di Maret 2016. Terakhir, penurunan juga terjadi pada September 2016 menjadi 0,397. "Artinya, selama setahun terakhir, DKI berhasil menurunkan tingkat ketimpangan ekonomi masyarakatnya."
GHOIDA RAHMAH