TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar menilai ekspor manufaktur pada 2017 masih akan dibayangi ketidakpastian dari kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Kita berharap ekspor bisa meningkat, walaupun masih ada ketidakpastian dari Trump Effect. Prediksi global juga masih akan berubah lagi karena Trump Effect ini," katanya dalam diskusi Indonesia Economic Outlook 2017 di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2017.
Haris menuturkan, tidak hanya Amerika Serikat, banyak negara juga memberlakukan kebijakan proteksionisme. Namun hal itu seharusnya membuka peluang lain yang bisa dimanfaatkan Indonesia. Misalnya, dia melanjutkan, saat Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit).
"Selain dengan Uni Eropa, kita bisa memanfaatkan Inggris yang kala itu tengah mencari mitra baru," ujarnya.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor sepanjang tahun lalu mencapai US$ 144,43 miliar atau turun 3,95 persen dibanding tahun 2015 lantaran lesunya perdagangan global. Kinerja ekspor yang tertekan dikompensasi penurunan impor yang lebih dalam, yang sepanjang 2016 mencapai US$ 135,65 miliar atau turun 4,94 persen dibanding tahun lalu. Dengan demikian, neraca perdagangan mencatat surplus US$ 8,78 miliar, lebih baik dibandingkan tahun 2015 yang surplus US$ 7,67 miliar.
Adapun ekspor nonmigas mencapai US$ 131,35 miliar atau naik 0,34 persen dibanding periode yang sama pada 2015.
Haris mengatakan ada sepuluh jenis barang utama yang sampai saat ini memegang pengaruh penting dalam ekspor nonmigas Indonesia, yakni bahan bakar minyak, mesin dan peralatan listrik, perhiasan, kendaraan, karet, mesin mekanik, pakaian jadi, abu logam, besi dan baja, serta benda olahan besi dan baja.
Adapun negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia masih didominasi Cina sebesar US$ 1,86 miliar. Amerika Serikat berada di posisi kedua sebesar US$ 1,46 miliar, disusul Jepang sebesar US$ 1,24 miliar.
"Sedang kami kaji kira-kira tumbuh berapa persennya. Yang pasti target pertumbuhan industri 5,5 persen. Kami akan terus kaji industri mana saja yang kita dorong," kata Haris.
ANTARA