TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik, Djarot Kusumayakti tak bisa menyatakan setuju atau tidak dengan konsep e-voucher pangan. Namun ia menilai, konsep e-voucher pangan ini sebenarnya baru diperlukan ketika Indonesia sudah beranjak menjadi negara yang lebih maju dari saat ini.
"Kalau kita sudah menjadi negara menengah atas, baru konsep ini (e-voucher pangan) diperlukan," kata Djarot saat ditemui di kantor Perum Bulog, Jakarta Selatan, Selasa 31 Januari 2017.
Baca Juga: Bulog Gelar Operasi Pasar, Cabai Rawit Rp 60 Ribu
Namun Djarot mengaku Bulog sudah menyiapkan sejumlah langkah untuk menghadapi e-voucher. Memang sudah saatnya Bulog saatnya bergeser dari PSO ke komersial, sehingga memungkinkan untuk mengkomersialisasikan komoditas yang dibelinya. "Kurangi aktivitas PSO jadi komersial," ucapnya. .
Meski akan menggenjot aktivitas komersial dibandingkan PSO, Djarot memastikan Bulog tidak akan memberikan harga yang membebani masyarakat. "Seperti yang diminta pemerintah, komersial tapi tidak bebani masyarakat."
Pemerintah bersiap mengimplementasikan kartu elektronik atau e-voucher pangan untuk 1.432 juta rumah tangga sasaran atau RTS. Kartu ini nantinya terintegrasi dengan sistem perbankan dan dapat digunakan untuk pembayaran sejumlah komoditas pangan, utamanya pada komoditas beras.
Proyek yang berada di kewenangan Kementerian Sosial ini, akan menarik 1,4 juta RTS dari sekitar 15 juta RTS yang selama ini menjadi penerima beras sejahtera (rastra), yang dulunya bernama raskin. Masyarakat akan menerima uang sebesar Rp 110 ribu per bulan untuk membeli beras.
Simak: Pemerintah Diminta Ubah Aturan Biaya Investasi Migas
Jika tahun ini e-voucher menyasar 1,4 juta RTS, maka tahun depan ditargetkan jumlah penerima e-voucher menjadi 10 juta RTS. Bagi RTS yang belum terdaftar tahun ini, masih akan mendapatkan beras bersubsidi (PSO) yang disebut beras sejahtera tersebut.
Perum Bulog selama ini memiliki beras PSO dan beras komersial. Beras PSO ini disalurkan kepada masyarakat yang butuh dibantu dan biayanya disubsidi oleh pemerintah. Sementara beras komersial adalah beras yang dijual secara bebas oleh Bulog ke masyarakat, dengan harga yang sudah ditentukan oleh Bulog.
Menanggapi hal ini, Djarot merasa Bulog siap menggeser aktivitasnya lebih ke PSO. Alasannya karena Bulog memiliki gudang dari Sabang sampai ke Merauke, sehingga merasa mampu berhadapan dengan pihak swasta.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog Imam Prabowo mengatakan pihaknya akan bertahap bergeser dari aktivitas PSO, ke aktivitas komersial. Dia percaya soal beras, produk Bulog memiliki standar yang baik sehingga bisa memunculkan produk-produk baik.
Baca: Alasan Menteri Darmin Belum Setuju Dua KEK Ini Dibangun
Imam menambahkan produk yang dijual oleh Bulog adalah produk yang harus punya standar baik, murah dan sehat. Bulog bisa menjual produknya melalui sejumlah cara seperti distributor, penjualan langsung dan retail.
Imam engungkapkan produk-produk Bulog juga bisa dijual di outlet Rumah Pangan Kita, yang didirikan oleh Perum Bulog. "Kami coba kerja sama dengan masyarakat, dengan Rumah Pangan Kita."
DIKO OKTARA