TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dan transportasi (PPJK) Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta mendesak tim sapu bersih pungutan liar, atau Saber Pungli, memberantas praktek biaya tinggi pada layanan kargo impor berstatus less than container load (LCL) di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
Baca: BI Antisipasi Kenaikan Sementara Harga Komoditas Ekspor
Ketua Forum PPJK Pelabuhan Tanjung Priok M. Qadar Jafar mengatakan perusahaan PPJK di Pelabuhan Tanjung Priok selama ini menjadi bulan-bulanan para pemain konsolidator kargo impor yang juga memakai bendera perusahaan forwarder karena tarif layanan kargo tidak bisa dikendalikan.
“Kami sudah sering kali mendesak supaya instansi terkait di pelabuhan menertibkan tarif layanan kargo impor LCL itu. Namun sampai sekarang ini tidak ada responsnya. Makanya masalah ini kami minta dapat diinvestigasi langsung oleh Tim Saber Pungli yang beberapa waktu lalu sudah dibentuk Presiden Jokowi,” ujar Qadar kepada Bisnis, Selasa, 31 Januari 2017.
Baca: BI Antisipasi Kenaikan Sementara Harga Komoditas Ekspor
Dia mengatakan pihaknya mengantongi sejumlah data terkait liarnya kutipan layanan kargo impor berstatus LCL di Pelabuhan Priok itu. Selain itu, dia siap memberikan informasi perusahaan konsolidator kargo mana saja yang berpraktek seperti itu.
“Beberapa kali persoalan ini dimediasi oleh ALFI DKI. Namun ada beberapa kasus yang bisa diselesaikan secara musyawarah, tapi banyak juga yang tidak selesai,” ucap Qadar.
Dengan penegakan hukum yang tegas, Qadar meyakini kutipan tarif dan komponen layanan kargo impor LCL di Priok bisa segera dihentikan. Sebab, kondisi itu sudah sangat membebani biaya logistik nasional.
Baca: Empat BUMN Konstruksi Bukukan Kontrak Rp 175 Triliun di 2016
Dia mengemukakan, pada 2010, tarif layanan kargo impor LCL di Priok sudah diatur melalui SK Dirjen Perhubungan Laut Nomor Krt 42/1/2/DJPL-10 tentang Pedoman Pengawasan dan Pengendalian Pemberlakuan Komponen dan Besaran Tarif Batas Atas kargo impor LCL. Dalam beleid itu ditegaskan, tarif layanan impor LCL hanya meliputi antara lain forwarding local charges dan pergudangan.
Namun, kata Qadar, akibat SK Dirjen Hubla itu sudah kedaluwarsa dan tidak adanya pengawasan, perusahaan forwarder konsolidator yang menangani layanan kargo impor LCL di Priok menagih sejumlah komponen biaya penanganan barang LCL tersebut dengan mencantumkan berbagai komponen layanan dalam invoice, seperti biaya administrasi, agency fee, container freight station (CFS) charges, CAF, devaning, delivery order (D/O), document fee, biaya handling, dan pecah pos umum.
Berdasarkan penelusuran Bisnis, munculnya berbagai komponen dalam biaya penanganan kargo impor bersatatus LCL itu diduga karena forwarder konsolidator di dalam negeri harus membayar refund atau pengembalian kembali sejumlah uang kepada mitra forwarder konsolidator di luar negeri yang mengumpulkan kargo untuk diimpor ke Jakarta melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Adapun besarnya refund bervariasi, yakni untuk kargo impor LCL dari Shenzen-Jakarta berkisar US$ 210-US$ 250/CBM, Dalian-Jakarta US$ 220/CBM, dan Shanghai-Jakarta US$ 175/CBM.
BISNIS.COM