TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tengah mencari format yang efisien dan efektif dalam mempertimbangkan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi hub internasional. "Ada beberapa pilihan, tinggal dua pilihan masih kami exercise. Diharapkan minggu ini selesai," kata Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 30 Januari 2017.
Untuk menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai hub internasional, ucap Luhut, pemerintah masih menghitung kebutuhan biaya yang timbul jika logistik dari daerah dipusatkan di Jakarta. Begitu juga kebutuhan biaya jika hanya sebagian daerah yang logistiknya dipusatkan di Jakarta.
Awalnya, menurut Luhut, pemerintah menginginkan semua logistik dari daerah sebelum diekspor dibawa ke Tanjung Priok dulu. Namun dia menganggap sebaiknya hanya beberapa daerah. "Biar daerah tidak kehilangan pendapatan."
Ketika ditanyai, daerah mana saja yang akan langsung mengekspor tanpa melalui Tanjung Priok, Luhut mengaku masih akan mengkaji soal itu. "Nanti kami lihat, daerah mana yang langsung," ucapnya.
Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok diklaim sudah cukup untuk menjadi hub internasional, yaitu 12 juta Teus. Terlebih pembangunan dry port juga terus berjalan. "Kami tidak mau cost tinggi karena handling dimonopoli koperasi."
Meski menginginkan Tanjung Priok menjadi hub, Luhut menjelaskan, bukan tak mungkin nantinya pelabuhan lain yang menjadi hub. Pihaknya masih melakukan hitung-hitungan soal ini. "Pilihan kami Tanjung Priok. Kalau Kuala Tanjung siap, ya bisa saja pindah ke sana."
Gubernur Sumatera Utara sebelumnya memprotes kebijakan pemerintah yang menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai hub, padahal ada peraturan presiden yang menjadikan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai hub. Menanggapi hal tersebut, Luhut menuturkan saat ini pihaknya sedang mensinkronkan semuanya. Dia merasa ada masalah di bawah karena kurangnya harmonisasi dan kurang detail.
DIKO OKTARA