TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Anton Hermanto Gunawan, menilai ekonomi Indonesia telah melewati fase terendah (bottom) dan akan berlanjut positif tahun ini. Meski begitu, dia memperkirakan laju ekonomi tahun ini tidak akan terlalu cepat. “Itulah kenapa kami secara konservatif memperkirakan ekonomi sepanjang 2017 akan tumbuh 5,1 persen secara tahunan (YoY),” kata Anton dalam hasil risetnya yang dipublikasi, Jumat, 27 Januari 2017.
Menurut Anton, konsumsi swasta akan sulit tumbuh kencang karena pendapatan riil yang lebih rendah seperti dibuktikan oleh upah minimum riil. Meskipun ada penerimaan dari hasil program amnesti pajak pada 2016, namun dia menilai target pajak tahun ini masih sedikit terlalu tinggi. Sehingga kondisi itu akan menghambat belanja fiskal, termasuk belanja modal. “Dengan begitu menurut kami, investasi swasta akan menjadi sumber penopang pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Baca : Ini Cara OJK Siasati Kredit Macet KUR Sektor Produksi
Anton mengatakan investasi swasta akan meraih momentum pertumbuhan karena didorong oleh pelonggaran kebijakan Bank Indonesia, baik itu kebijakan suku bunga ataupun makroprudensial. Selain itu juga ditopang kenaikan investasi langsung lokal maupun asing seperti asal Cina dan Jepang. “Sedangkan deregulasi dalam paket kebijakan yang dicanangkan pemerintah belum terlihat dampaknya, sehingga kami berharap nantinya realisasi paket kebijakan akan menguntungkan investasi,” ujarnya.
Semenjak Presiden Joko Widodo menjalankan pemerintahannya pada Oktober 2014 lalu, kata Anton, ada dua hal signifikan yang merubah arah kebijakan pembangunan Indonesia. Di antaranya konsep pembangunan Nusantara yang mempromosikan konektivitas antar pulau di Indonesia. Kemudian pergeseran program subsidi dari program subsidi harga umum menjadi subsidi langung. Upaya itu sejalan dengan langkah untuk memperbaiki kualitas belanja anggaran dan pada saat yang sama anggarannya digunakan untuk belanja produktif.
Baca : BI Prediksi Tarif Listrik dan STNK Dongkrak Inflasi Januari
“Kami melihat kelanjutan fokus pemerintah untuk membangun infrastruktur dan memperbaiki kualitas logistik pada tahun ini, terutama di wilayah luar Pulau Jawa untuk menekan ketimpangan di kawasan Indonesia Timur dan Barat,” katanya.
Anton juga menilai bahwa kebijakan pemerintah memangkas subsidi seperti subsidi bahan bakar minyak pada 2014-2015 dan subsidi listrik pada 2017 adalah dengan dasar ketidakadilan, di mana rumah tangga mampu justru mendapatkan subsidi lebih besar. Upaya ini mengubah kebijakan subsidi dari mekanisme harga menjadi program subsidi dengan pendekatan agar lebih tepat sasaran. Selain itu, dalam kasus subsidi BBM, juga memberikan keiistimewaan kepada wilayah Jakarta dan Pulau Jawa di mana infrastruktur jalan raya dan sarana transportasinya jauh lebih baik dan lebih banyak di bandingkan wilayah lain.
Bagaimanapun, kata Anton, upaya pemerintah untuk menggenjot program infrastruktur tidak bisa berjalan sendiri, sehingga harus menggandeng sektor swasta. Pemerintah harus memilih jenis infrastruktur apa yang mampu menarik minat swasta untuk berinvestasi. Lokasi di mana investasi infrastruktur dilakukan juga penting.
“Menghidupkan lagi investasi swasta baik lokal maupun asing yang dianggap perlu, sehingga perbaikan iklim investasi harus dilakukan untuk perbaikan ekonomi di masa mendatang,” ujarnya.
ABDUL MALIK