TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc, mempertimbangkan langkah hukum (legal action) untuk menggugat pemerintah Indonesia. Langkah itu dilakukan setelah perusahaan tidak mendapatkan izin ekspor konsentrat pada 25 Januari 2017.
Berdasarkan perjanjian kontrak karya (KK), Freeport melalui unit usahanya di Indonesia, PT Freeport Indonesia memiliki hak untuk mengekspor konsentrat tembaga tanpa pembatasan atau kewajiban membayar bea ekspor. “Jika diperlukan, Freeport Indonesia mempertimbangkan legal action untuk menegakkan implementasi KK jika tidak tercapai kesepakatan dengan pemerintah Indonesia yang memuaskan,” demikian disampaikan manajemen Freeport dalam laporan keuangan per Desember 2016, yang dipublikasi website resmi perusahaan, Rabu, 25 Januari 2016, waktu AS.
Baca : Kalah Gugatan dan Dilarang Ekspor, Saham Freeport Anjlok
Untuk diketahui, pada 11 Januari 2017 lalu Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara atau biasa disingkat PP Minerba.
Aturan ini menegaskan perusahaan pemegang kontrak karya harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter maka dilarang ekspor. Jika ingin tetap ekspor, maka status kontrak karya harus diubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dengan menjadi IUPK, maka Freeport juga berkewajiban melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.
Baca : Menteri Jonan: Freeport Sepakat Akhiri Kontrak Karya
Manajemen Freeport juga menyebut sudah menyampaikan kepada Pemerintah Indonesia soal rencana pemangkasan produksi. Perseroan akan menyesuaikan ketersediaan kapasitas produksi unit usaha, PT Smelting. Angka itu setara dengan 40 persen kapasitas produksi Freeport Indonesia.
Dengan skenario tersebut, Freeport Indonesia dalam waktu dekat akan memangkas jumlah pekerja, menekan beban biaya secara signifikan, serta menunda rencana investasi proyek tambang bawah tanah dan smelter baru.
Laporan keuangan itu menyebut bahwa Freeport telah meminta kepada pemerintah Indonesia agar tetap mengizinkan ekspor konsentrat, sementara negosiasi soal perjanjian izin ekspor baru tetap berjalan.
Baca : Freeport Ajukan Dua Syarat Akhiri Kontrak Karya
Freeport Indonesia juga membahas implementasi bea eskpor dan persyaratan divestasi dengan pemerintah Indonesia. “Berdasarkan kontrak karya, Freeport Indonesia tidak diwajibkan membayar bea ekspor konsentrat atau melakukan divestasi lebih lanjut,” demikian laporan keuangan Freeport menyebutkan.
Dengan berlakunya regulasi yang baru, Freeport menyatakan akan mengubah statusnya dari KK menjadi IUPK guna menjamin stabilnya investasi perusahaan. Langkah itu agar tercapai kesetaraan kewajiban, kepastian hukum dan fiskal, sebagaimana disebutkan dalam KK. Freeport Indonesia juga berkomitmen untuk membangun smelter baru dalam jangka lima tahun mendatang setelah perpanjangan hak operasinya disetujui.
“KK akan tetap berlaku sampai digantikan oleh alternatif perjanjian baru yang saling menguntungkan,” laporan keuangan tersebut mengungkapkan.
Pekan lalu Freeport Indonesia juga kalah gugatan melawan Pemerintah Provinsi Papua. Setelah rangkaian sidang sejak Desember 2015, akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Jakarta membacakan putusan kasus sengketa pajak air permukaan Freeport Indonesia pada 18 Januari 2017 lalu. Majelis hakim memutuskan menolak permohonan banding Freeport untuk keseluruhan. Dengan begitu keputusan Gubernur Papaua tentang penolakan pengajuan keberatan Freeport dan surat ketetapan pajak daerah air minum dinyatakan sah dan berlaku.
“Secara total nilai sengketa yang diputus mencapai Rp 2,5 triliun untuk masa pajak 2011-2014 dan Januari-Juli 2015,” demikian disampaikan dalam pernyataan tertulis Pemda Papua.
Baca : Divestasi Freeport Terganjal Perbedaan Nilai Saham
Manajemen Freeport menyatakan nilai pajak yang harus mereka bayar kepada Pemda Papua senilai US$ 376 juta, yang didalamnya termasuk denda US$ 227 juta. Menggunakan kurs saat ini, angka itu setara Rp 5,01 triliun. Laporan keuangan Freeport menyebut bahwa Freeport Indonesia memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas kewajiban pajak tersebut ke Pengadilan Tinggi sebagaimana diatur dalam kontrak karya. Berdasarkan hukum Indonesia, pembayaran pajak harus dilakukan dalam waktu 30 hari sejak putusan.
“Freeport Indonesia akan mengajukan banding atas putusan tersebut,” demikian disampaikan manajemen Freeport dalam laporan keuangannya.
ABDUL MALIK