TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiastead dan Director of the Centre for Tax Policy and Administration OECD Pascal Saint-Amans menandatangani pembaruan nota kesepahaman (MoU) Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) di Paris, Prancis, pada Rabu, 25 Januari 2017, waktu setempat.
Baca: Kalah Gugatan dan Dilarang Ekspor, Saham Freeport Anjlok
Kesepakatan ini disaksikan Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis, Hotmangaradja Pandjaitan, dan Direktur Perpajakan Internasional John Hutagaol.
Lewat kerja sama ini, Ditjen Pajak dan OECD akan meningkatkan kapasitas perpajakan, di antaranya terkait dengan perjanjian penghindaran pajak berganda, penentuan harga transfer, serta pemeriksaan perusahaan multinasional dan UKM.
Baca: Gara-gara Rokok, Klaim BPJS Kesehatan Membengkak
Selain itu, komitmen kerja sama juga dilakukan dalam pertukaran informasi, tindak pidana perpajakan, pemajakan dan perpindahan orang pribadi berpenghasilan tinggi, pemajakan harta tak bergerak, insentif pajak, pemajakan UKM dan sektor informal, dan model simulasi mikro penerimaan pajak.
"Kerja sama ini akan menguntungkan bagi Indonesia, khususnya dalam meningkatkan kapasitas pegawai Ditjen Pajak dalam menangani permasalahan internasional di bidang perpajakan, seperti pelarian pajak oleh perusahaan multinasional, melalui skema Base Erosion Profit Shifting," demikian keterangan pers yang diterima Tempo, kemarin.
Baca: Darmin Kritik Masyarakat yang Masih Gemar Investasi Tanah
Selain itu, Ditjen Pajak optimistis perjanjian ini akan berperan penting terhadap pertukaran informasi yang dibutuhkan untuk mencegah penghindaran pajak.
Modus ini biasanya dilakukan wajib pajak dengan menempatkan kekayaan di luar negeri. Dengan demikian, kecurangan wajib pajak tak patuh semakin dapat ditekan.
Ditjen Pajak masih memberikan kesempatan kepada seluruh wajib pajak untuk memperbaiki catatan perpajakan masa lalu melalui program pengampunan pajak yang akan berakhir pada 31 Maret 2017.
PUTRI ADITYOWATI