TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan pemerintah tidak memiliki niat membuka keran eskpor produk tambang yang tidak dimurnikan dan diolah. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba) justru memiliki tujuan sebaliknya.
"Kami mendorong pembangunan smelter besar-besaran sesuai kapasitas kemampuan tambang kita," kata Ignasius Jonan di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2017.
Baca : Jonan Pesimistis Proyek 35 Ribu MW Tuntas 2019
Ignasius Jonan mencontohkan ekspor Nikel. Nikel boleh diekspor asalkan perusahaan berkomitmen membangun smelter. Pemerintah akan mengawasi perkembangan pembangunan smelter setiap enam bulan. Jika setiap evaluasi pembangunan tidak memenuhi 90 persen dari syarat, rekomendasi ekspor perusahaan tersebut akan dicabut.
Baca : Menteri Jonan Emoh Beri Insentif Energi Alternatif
Ignasius Jonan mengatakan pemerintah tidak melihat kebijakan tersebut sebagai relaksasi melainkan realitas. Ia menyadari batas pembangunan smelter berakhir pada 2014 tanpa ada smelter yang terbangun. "Itu betul. Tapi sekarang mau diapakan?" kata dia.
Baca : Terseret Kasus Suap Rolls Royce, KPK Awasi PLN
Beberapa pihak, kata Ignasius Jonan, mempertanyakan langkah pemerintah yang tidak menyita smelter tersebut. Namun Jonan mengatakan meski disita, pemerintah belum tentu bisa mengelola. "Tidak ada yang bisa menyelesaikan pembangunan smelter dalam satu malam," katanya.
Ignasius Jonan mengatakan kebijakan yang baru diluncurkan pemerintah bertujuan untuk memicu penghentian ekspor biji mentah pada 2022. "Diberi waktu lima tahun. Setelah itu, no more. Kecuali anda membangun smelter," kata dia.
VINDRY FLORENTIN