TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang melakukan finalisasi peraturan tentang pembangkit listrik tenaga gas kepala sumur (PLTG well head). Direktur Pembinaan Program Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Budiantono mengatakan pemerintah telah menentukan harga gasnya berdasarkan keekonomian lapangan.
"Untuk gas PLTG, harganya senilai 8 persen dari ICP (minyak mentah Indonesia) sementara gas pipa seharga 11,5 persen dari ICP," kata dia di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2017.
Budiantono mengatakan kebijakan tersebut membantu pemanfaatan sumber gas yang fasilitasnya jauh dari pengguna. Ia mencontohkan kondisi warga Musi Rawas yang belum mendapatkan akses listrik. Padahal ada sumber gas yang cukup besar dari PT Pertamina Hulu Energi Aset 2 di Prabumulih yang pemakaiannya belum maksimal.
Lebih jauh, kata Budiantoro, sebetulnya ada potensi pengaliran listrik dari Prabumulih ke Musi Rawa dengan membangun genset dari gas. "Tapi perlu diperhatikan juga mengenai konsep unbundling," tuturnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi disebutkan perusahaan harus memisahkan kegiatan usaha hulu dan hilir. Akibatnya, perusahaan migas tidak bisa ikut membangun PLTG well head.
Dengan begitu, menurut Budiantono, dibutuhkan entitas hukum terpisah agar kebijakan tentang kepala sumur itu bisa berjalan. Ia mengatakan pemerintah tengah mencari jalan dan meminta pengusaha yang melirik kesempatan tersebut membantu dan bersiap diri.
VINDRY FLORENTIN