TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia dan pemerintah menetapkan sasaran inflasi untuk periode 2019-2021. Hal itu disepakati dalam pertemuan tingkat tinggi (high level meeting) Koordinasi Pengendalian Inflasi, yang dilakukan hari ini, Rabu, 25 Januari 2017.
Adapun sasaran inflasi untuk periode 2019, 2020, dan 2021 itu masing-masing sebesar 3,5 plus 1 persen, 3 plus minus 1 persen, dan 3 plus minus 1 persen. “Sasaran inflasi yang lebih rendah itu ditetapkan dengan mempertimbangkan prospek dan daya saing perekonomian,” ujar Agus D.W. Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia, dalam konferensi pers, di Kompleks Bank Indonesia, Thamrin, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2017.
Baca : Enam Langkah Pemerintah Kendalikan Inflasi 2017
Agus berujar penetapan sasaran inflasi rendah itu bertujuan mengarahkan ekspektasi inflasi pada tingkat yang rendah dan stabil. Ke depan, pemerintah dan BI berkomitmen memperkuat koordinasi, terutama dalam hal penentuan besaran dan timing kebijakan energi, pengendalian dampak lanjutan dan penguatan kebijakan pangan untuk menekan inflasi volatile food menjadi kisaran 4-5 persen.
Untuk pengendalian inflasi tahun ini, menurut Agus akan menghadapi beberapa tantangan, baik eksternal maupun domestik. “Ini perlu diwaspadai dan dimitigasi sejak dini,” katanya. Tantangan dari eksternal yaitu terutama terkait dengan kenaikan harga komoditas global.
Baca : Bank Dunia Perkirakan Harga Komoditas Melonjak di 2017
Sedangkan, tantangan domestik kata Agus adalah kebijakan pengurangan subsidi tarif listrik 900 VA dan kenaikan tarif mengurus STNK, SIM, dan BPKB. “Dan juga penyesuaian harga jual BBM menjadi satu harga sesuai dengan kenaikan harga minyak dunia.”
Sementara itu, sebagai bentuk evaluasi inflasi 2016 yang tercatat sebesar 3,02 persen (yoy). Agus mengatakan angka itu berada di kisaran sasaran inflasi rendah 4 plus minus 1 persen. Menurut Agus, rendahnya inflasi itu utamanya disebabkan oleh inflasi inti yang terendah sejak 1997.
Hal itu disebabkan oleh rendahnya inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices), dan terkendalinya inflasi komponen harga pangan bergejolak (volatile foods). “Pencapaian itu juga tak terlepas dari koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah,” ucapnya.
GHOIDA RAHMAH