TEMPO.CO, Singapura - Maskapai berbiaya rendah asal Malaysia, AirAsia Berhad, membantah telah melakukan kesalahan terkait dengan kasus suap yang melibatkan perusahaan mobil mewah dan produsen mesin pesawat asal Inggris, Rolls-Royce. Seperti dilansir Financial Times, Senin, 23 Januari 2017, pejabat Rolls-Royce sebelumnya mengakui telah menyuap eksekutif AirAsia dengan diskon US$ 3,2 juta (Rp 42,6 miliar) untuk biaya perawatan komponen pesawat jet milik Tony Fernandes, CEO AirAsia Group.
Lembaga antirasuah Inggris, Serious Fraud Office (SFO), mendakwa Rolls-Royce telah gagal mencegah terjadinya korupsi dan penyuapan oleh staf-stafnya di beberapa negara, termasuk Indonesia, demi kelancaran bisnis. “Diskon yang diberikan adalah permintaan eksekutif AirAsia sebagai imbalan atas pembelian produk dan jasa Rolls-Royce,” kata SFO.
Diskon senilai US$ 3,2 juta disediakan untuk satu unit jet kelas bisnis Bombardier Global Xpress yang dimiliki Tune Group, perusahaan investasi yang didirikan Fernandes.
Baca: Analis: Pemberitaan Negatif Garuda, Investor Ambil Untung
Manajemen AirAsia membantah telah menerima suap dari Rolls-Royce. Mereka menyatakan telah mengikuti semua prosedur untuk mendapatkan kredit dari Rolls-Royce. AirAsia juga menyatakan jet tersebut digunakan oleh jajaran eksekutif perusahaan untuk perjalanan bisnis, di mana biayanya ditanggung melalui beban operasi dan perawatan pesawat perusahaan.
AirAsia menyatakan kredit tersebut juga digunakan untuk menutup biaya operasional jet perusahaan uang digunakan oleh eksekutif di AirAsia X, unit usaha AirAsia untuk penerbangan jarak jauh untuk perjalanan bisnis.
“Jajaran direksi dan manajemen, baik AirAsia maupun AirAsia X, semua mengetahui informasi transaksi yang berkaitan dengan jet tersebut. Kami juga secara transparan menyampaikannya dalam laporan tahunan di kedua perusahaan,” kata manajemen AirAsia.
AirAsia membeli jet pribadi Bombardier dari CaterhamJet Global, sebuah perusahaan di mana Tune Group menjadi pemegang saham tunggal.
Baca: Ini Daftar Panjang Kasus Suap Rolls-Royce
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis pekan lalu, 19 Januari 2017, telah menetapkan dua tersangka atas kasus suap Rolls-Royce atas pembelian pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). KPK menetapkan Emirsyah Satar, mantan Presiden Direktur Garuda, dan Soetikno, pendiri PT Mugi Rekso Abadi, sebagai tersangka.
Adapun Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura menyatakan terus bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menelisik lebih jauh kasus suap Rolls-Royce tersebut.
Rolls-Royce diperkirakan telah menuai keuntungan kotor lebih dari 250 juta pound sterling atau Rp 4,11 triliun dari daftar korupsi yang dilakukan. Sebagai bagian dari kesepakatan untuk menangguhkan penuntutan, Rolls-Royce akan membayar denda sejumlah 671 juta pound sterling atau Rp 11 triliun kepada pihak berwenang di Inggris, Amerika Serikat, dan Brasil.
Dugaan korupsi yang dilakukan Rolls-Royce sudah tercium sejak 1989 sampai 2013. Dimulai dari 1987 ketika pesanan terhadap perusahaan itu hanya Rp 46,08 triliun, kemudian meningkat menjadi hingga Rp 1.250 triliun pada tahun lalu. Keberhasilan perusahaan itu rupanya diwarnai dengan penyuapan kepada pejabat lokal dan eksekutif maskapai penerbangan di beberapa negara di dunia.
Baca: Rolls-Royce Akui Menyuap di Enam Negara, Ini Rinciannya
Secara keseluruhan, Rolls-Royce mengakui tujuh kasus korupsi dan lima kasus penyuapan sebagai bagian dari kesepakatan dengan otoritas Inggris untuk menangguhkan penuntutan. Rolls-Royce juga mengakui pelanggaran terkait dengan investigasi oleh otoritas Brasil tentang kasus suap Petrobras, perusahaan pelat merah negara itu.
FINANCIAL TIMES | ABDUL MALIK