TEMPO.CO, Jakarta - Analis Asia Trade Point Futures, Andri Hardianto, menuturkan dalam pekan ini rupiah berpeluang menguat dengan rentang harga Rp13.320-Rp13.420 per dolar AS. Sentimen utama yang memengaruhi ialah kondisi pascapelantikan Trump dan penantian rilis data PDB AS.
"Untuk sentimen internal dalam negeri masih minim. Kemungkinan pekan ini sentimen eksternal yang akan lebih dominan," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu 22 Januari 2017.
Baca : Donald Trump Dilantik, Simak Prediksi Analis Pasar Obligasi
Mata uang rupiah berpeluang kembali menguat ke area Rp13.300 per dolar dalam sepekan depan seiring pidato pelantikan Donald Trump. Pidato Trump dinilai tidak sesuai ekspektasi dan penantian pasar terhadap rilis data pertumbuhan domestik bruto (PDB) Amerika Serikat.
Untuk sepekan ke depan, sinyal penguatan rupiah sudah terlihat setelah pelemahan indeks dolar pascapelantikan Trump. Hal ini tidak lepas dari pidato inagurasi Trump dengan gaya yang keras dan menunjukkan adanya perbedaan kebijakan ke depan dibandingkan Obama.
Baca : Pelantikan Donald Trump Disambut Antusias Pasar Saham AS
Perbedaan kebijakan semakin kentara akibat dibatalkannya program ObamaCare oleh Trump. ObamaCare merupakan regulasi sistem pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan keterjangkauan masyarakat.
Selain itu, pidato Trump belum menunjukkan kejelasan kebijakan-kebijakan sang presiden, sehingga pelaku pasar masih menunggu. Pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu, indeks dolar turun 0,41 poin atau 0,41% menuju 100,74. Angka tersebut menunjukkan pelemahan 1,44% sepanjang 2017 berjalan.
"Pelaku pasar sementara melepas kepemilikan dolar karena masih menunggu apa saja yang akan dilakukan Trump. Ini menjadi peluang bagi rupiah untuk menguat," ujarnya.
Pasar semakin kurang berselera terhadap dolar karena menunggu rilis data PDB AS periode kuartal IV/2016 Jumat mendatang 27 Januari 2017. Konsensus memperkirakan data PDB hanya akan tumbuh 2,1% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,5%.
Rupiah mengakhiri perdagangan Jumat 20 Januari 2017 dengan pelemahan tipis 0,25% atau 34 poin ke posisi Rp13.410 per dolar AS setelah diperdagangkan pada kisaran Rp13.357 – Rp13.422 per dolar AS. Kurs tengah dipatok Rp13.382 per dolar AS.
Dalam sepekan kemarin, mata uang Garuda merosot 72 poin atau 0,54% dari Jumat 13 Januari 2017 di posisi Rp13.338 per dolar AS. Tahun lalu, rupiah berhasil tumbuh 2,28% menjadi Rp13.473 per dolar AS.
Menurut Andri, pekan lalu rupiah terkoreksi cukup dalam ke area Rp13.400 karena adanya penguatan dolar AS setelah pidato Gubernur Federal Reserve Janet Yellen.
The Fed sebelumnya merencanakan pengerekan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017. Yellen meyakini pihaknya masih berada di jalur tersebut.
Tekanan terhadap rupiah semakin besar karena investor yang melakukan aksi beli terhadap dolar menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS pada Jumat kemarin. Pidato pelantikan Trump menjadi sentimen yang paling ditunggu pasar di pekan kemarin.
Namun, lanjut Andri, depresiasi rupiah sedikit tertahan oleh kebijakan BI yang memertahankan suku bunga 7-Days Reverse Repo (7DRR) Rate di level 4,75%. Kebijakan ini membuat rupiah tetap menarik untuk dikoleksi investor.
BISNIS.COM