TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bambang Gatot Ariyono, menyampaikan semua aturan di dalam PP No.1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Tambang Mineral dan Batubara serta dua aturan turunannya yaitu Permen ESDM No. 5 dan No.6 Tahun 2017 sudah dipertimbangkan matang oleh Pemerintah.
Aturan perihal permohonan perpanjangan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) bisa dilakukan paling cepat dalam waktu lima tahun pun, kata dia, ada pertimbangannya baik dalam hal daya tawar pemerintah maupun kemampuan perusahaan tambang.
Baca Juga:
"Karena eksplorasi tambang itu nggak singkat. Perusahaan butuh waktu untuk memutuskan melanjutkan investasi atau tidak," ujar Bambang dalam diskusi PP Minerba di Kuningan, Jakarta, Sabtu, 21 Januari 2017.
Untuk diketahui, PP Minerba beserta dua aturan turunannya menegaskan kembali bahwa perusahaan pertambangan pemegang Kontrak Karya (KK) harus memurnikan mineral di Indonesia dengan membangun smelter alias tidak boleh mengekspor konsentrat.
Baca : Ekspor Konsentrat, Dirjen Minerba: Perusahan Akan Menderita
Apabila tetap ingin melakukan ekspor konsentrat, maka harus mengubah KK yang dipegang menjadi IUPK yang akan berlaku selama lima tahun dan diikuti dengan komitmen membangun smelter. Salah satu perusahaan yang akan melakukan perubahan ini adalah PT Freeport Indonesia, unit usaha Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat.
Nah, Pasal 72 dalam PP Minerba mengatakan bahwa permohonan perpanjangan IUPK bisa diajukan kepada Kementerian paling cepat dalam jangka waktu lima tahun dan paling lambat setahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK operasi produksi.
Bambang menjelaskan bahwa tidak masuk akal apabila pemerintah memberi jangka waktu paling cepat di bawah lima tahun. Sebab, di mana-mana, eksplorasi tambang memakan waktu paling cepat tiga tahun, belum termasuk studi kelayakan dan pembangunan fasilitas penunjang yang masing-masing bisa dua tahun sendiri.
Batas waktu lima tahun pun, kata Bambang, berlaku internasional. Ia berkata, dalam praktik pertambangan yang baik (good mining practice) menetapkan waktu lima tahun dianggap sebagai jangka waktu yang masuk akal untuk menentukan apakah sebuah eksplorasi tambang benar-benar berharga untuk dikembangkan.
"Mineral itu gak gampang nyarinya, tidak seperti batubara. Apa yang tampak banyak belum tentu banyak," ujarnya menegaskan.
Baca : Jika Jadi IUPK, Freeport Divestasi 51 Persen Saham Tahun Ini
Bambang menambahkan waktu lima tahun juga untuk memberi ruang kepada perusahaan apabila upaya perpanjangan izinnya tidak memberikan hasil. Ia berkata, tak semua permohonan perpanjangan langsung disetujui karena terkadang ada syarat yang harus diurus kembali.
"Saya, jika sebagai pengusaha, gak akan mau mengembangkan tambang bawah tanah kalau gak ada kepastian perpanjangan," ujarnya.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar, menambahkan perpanjangan IUPK seperti perpanjangan sewa rumah. Penyewa rumah boleh melakukan sejumlah perubahan pada bangunan yang disewa sesuai izin pemilik rumah meski bukan berarti izin perpanjangan sewa pasti dipenuhi.
"Sekarang coba pikir sebagai pengusaha. Mungkin nggak logikanya kayak sewa tadi? Sebagai investor, mereka pasti berpikir investasi balik di atas batas waktu. Karena itu, mereka harus memastikan dulu apakah perlu melakukan perpanjangan. Keputusannya kapan, ya ajukan dulu dong," ujarnya mengakhiri.
ISTMAN MP