TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan rupiah perlu diwaspadai menjelang pelantikan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Selain itu, perhatian pasar akan tertuju pada Gubernur Bank Sentral Eropa (ECB) terkait dengan ekonomi di zona Eropa ke depannya. Analis senior dari Binaartha Securitas, Reza Priyambada, mengatakan nantinya sentimen tersebut akan berpengaruh pada pergerakan sejumlah nilai tukar mata uang, yang juga berimbas pada rupiah.
"Karena itu, kami kembali mewaspadai adanya pelemahan lanjutan dari rupiah," kata Reza dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 20 Januari 2017.
Dalam perdagangan hari ini, Reza memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran support Rp 13.405 dan resisten Rp 13.330 per dolar Amerika. “Tetap cermati berbagai sentimen yang akan mempengaruhi perubahan pada laju rupiah," tuturnya.
Baca: Bank Indonesia Prediksi Inflasi 2017 Bisa di Atas 4 Persen
Rupiah dalam perdagangan Kamis, 19 Januari kemarin, ditutup melemah. Dikutip dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah turun 48 poin atau 0,36 persen ke level Rp 13.378 dari penutupan Rabu, 18 Januari 2017, di Rp 13.328 per dolar Amerika.
Estimasi akan masih tetapnya tingkat suku bunga acuan BI di level 4,75 persen kurang mampu menahan laju rupiah untuk dapat bertahan di zona hijaunya. Hal itu terlihat pada laju rupiah yang cenderung mengalami pembalikan arah melemah.
"Kami menilai sikap pelaku pasar yang cenderung dingin terhadap rilis data tersebut karena telah diantisipasi lebih dulu," ucap Reza.
Baca: BI RR Rate Bertahan di 4,75 Persen
Belum lagi, imbas pidato Gubernur Bank Sentral Amerika (The Fed) Janet Yellen yang sebelumnya memberikan sinyal untuk pertumbuhan ekonomi di Amerika secara berkelanjutan, sehingga dimungkinkan menaikkan suku bunga acuan turut menopang dolar Amerika yang menguat.
"Tren penguatan yang kami harapkan tampaknya terpatahkan dengan adanya imbas pidato The Fed tersebut. Laju rupiah pun, tentunya, terimbas negatif dengan terapresiasinya laju dolar Amerika," kata Reza.
DESTRIANITA