TEMPO.CO, Jakarta - Empat negara berminat membiayai megaproyek revitalisasi jalur kereta lintas utara Jakarta-Surabaya. Revitalisasi itu diharapkan mampu meningkatkan kecepatan kereta Jakarta-Surabaya menjadi sekitar 150 kilometer per jam (semicepat).
“Selain Jepang, ada Cina, Korea Selatan, dan Rusia. Minat kan boleh saja,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2017.
Menurut Prasetyo, tiga negara itu sudah menyatakan minat terlibat dalam revitalisasi jalur kereta Jakarta-Surabaya. Ketiganya mengikuti langkah Jepang, yang lebih dulu berkomitmen membiayai megaproyek itu lewat pinjaman luar negeri. Jepang telah menyatakan minatnya melalui Perdana Menteri Shinzo Abe ketika bertemu dengan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan G-7 di Jepang tahun lalu.
Baca: Pemerintah Lanjutkan Proyek Kereta Api Trans Sulawesi
Rencana itu sudah ditindaklanjuti dengan pembicaraan tingkat menteri. Sinyal ketertarikan Jepang membiayai proyek tersebut makin kuat ketika Abe berkunjung ke Indonesia pekan lalu. Dalam kunjungan itu, dibahas sejumlah rencana kerja sama ekonomi kedua negara, di antaranya megaproyek revitalisasi jalur kereta Jakarta-Surabaya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui, Presiden Jokowi sudah menyilakan Jepang mengajukan proposal awal pembiayaan megaproyek tersebut. Adapun pemerintah akan segera menyusun studi kelayakan proyek. “Kan, sudah jelas, Presiden memberikan kesempatan kepada pemerintah Jepang untuk pengajuan proposal awal,” ujar Budi.
Namun, menurut Prasetyo, kendati sudah menjajaki sejumlah peluang pembiayaan dari negara lain, pemerintah belum memulai studi kelayakan megaproyek kereta Jakarta-Surabaya. Anggaran untuk studi itu bahkan belum dimasukkan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017. “Kami harap anggarannya bisa masuk tahun ini,” tutur Prasetyo.
Baca: Pemerintah Isyaratkan Asing Boleh Kelola Dua Bandara Ini
Studi kelayakan proyek biasanya membutuhkan waktu delapan bulan. Setelah studi itu rampung, kata Prasetyo, barulah ketahuan kebutuhan biaya proyek. Nilai proyek itu dibutuhkan guna memastikan komitmen pinjaman luar negeri untuk pembiayaan. “Kalau belum ada studi kelayakannya, mana bisa ngomong angka,” ucapnya.
Prasetyo berujar, revitalisasi jalur kereta Jakarta-Surabaya merupakan rencana lama pemerintah. Namun pemerintah menghadapi keterbatasan anggaran lantaran biaya proyek sangat besar. Opsi menggali pinjaman luar negeri dibuka untuk mencari sumber pembiayaan lain.
KHAIRUL ANAM