TEMPO.CO, Hulu Sungai Utara - Rencana pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, seluas lebih dari 18.029 hektare dinilai mengancam keberlangsungan peternakan kerbau rawa. Peternakan kerbau rawa tersebut menghuni rawa gambut Danau Panggang.
"Ada 4.500 lebih tanda tangan penolakan dari perwakilan masyarakat desa di Kecamatan Paminggir ini," kata peternak kerbau rawa gambut Desa Bararawa, H. Karani, 69 tahun, saat ditemui di rumahnya di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Kamis, 12 Januari 2017.
Baca: Prospek Pertanian 2017 Lebih Baik
Warga beramai-ramai menolak pengembangan perkebunan kelapa sawit dari dua perusahaan yang telah memperoleh izin lokasi dari bupati setempat.
Menurut Karani, masyarakat yang mendiami Danau Panggang di Kecamatan Paminggir sudah sejak zaman Belanda menangkap ikan dan beternak kerbau rawa di sana. Kini mereka sudah masuk generasi keempat yang beternak kerbau rawa di area gambut tersebut.
Ia mengatakan keluarnya izin lokasi seluas 10.029 hektare dari Bupati Hulu Sungai Utara pada 2013 untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit membuat warga sejumlah desa di Kecamatan Paminggir resah.
Baca: 189 Ribu Hektare Hutan Jambi Hilang dalam 4 Tahun
"Meski mereka belum melakukan aktivitas setelah mendapat izin di lokasi tersebut, kami tetap khawatir karena hingga saat ini belum juga muncul SK pencabutan dari bupati," kata Karani.
Kekhawatiran kembali memuncak karena bupati kembali mengeluarkan izin lokasi untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit seluas 8.000 hektare pada Oktober 2016.
Luas Desa Bararawa, tempat Karani tinggal bersama keluarga besarnya, yang mencapai 2.039 hektare, masuk ke lokasi 10.029 hektare yang diberikan izin bupati untuk ditanami sawit oleh perusahaan pada 2013.
"Penolakan ini bentuk pencegahan rusaknya lingkungan. Sudah ada contohnya di salah satu desa di Paminggir lainnya yang berdekatan dengan perkebunan sawit. Ssekarang ini ikan banyak yang mati. Bagaimana kami berani pakai airnya kalau ikan saja mati," ujar Karani.
Ia bersama keluarga besarnya memiliki 300 kerbau rawa yang diternakkan di tengah rawa gambut. Sekitar 40 persen warga desa, kata Karani, beternak kerbau rawa dan sisanya menjadi nelayan pencari ikan.
"Ada sekitar 3.000 kerbau rawa yang ditebar di Danau Panggang oleh penduduk Desa Bararawa. Sekarang ini ada sekitar 500 rumah di desa ini, tapi dalam satu rumah bisa ada 2-3 kepala keluarga," katanya.
Manajer Data dan Informasi Geospasial Walhi Kalimantan Selatan Rizki Hidayat mengatakan izin lokasi yang pertama dikeluarkan bupati seluas 10.029 hektare diberikan kepada PT Hasnur Jaya Lestari pada 2013 dan berdampak ke tujuh desa. Sedangkan izin kedua untuk lahan seluas 8.000 hektare diberikan kepada PT Sinar Surya Borneo pada Oktober 2016.
Walhi, menurut dia, merekomendasikan kepada masyarakat di Danau Panggang yang beternak kerbau dan menjadi nelayan mengajukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendapat sertifikat komunal. Contohnya bisa berupa Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, atau Hutan Adat.
"Ini harus diajukan ke KLHK karena status lahan gambut yang mereka diami hingga empat generasi tersebut merupakan Hutan Produksi Konversi,” kata Rizki. Rencananya, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan menyampaikan surat terkait persoalan ini ke Presiden Joko Widodo.
ANTARA