TEMPO.CO, Malang-Direktur Jenderal Holtikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono memanen cabai rawit di Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Rabu, 11 Januari 2016. Cabai petani dipanen untuk disalurkan melalui Perum Bulog guna mengendalikan harga. Produksi cabai selama Januari 2017 mengalami surplus.
Prognusa atau perkiraan produksi cabai rawit mencapai 73 ribu ton, melebih konsumsi sebesar 68 ribu ton. Dia meminta petani tak mengambil keuntungan berlebih agar harga terjangkau konsumen. "Menjual dari petani maksimal seharga Rp 50 ribulah," kata Spudnik.
Untuk itu, dalam jangka pendek, dia meminta petani merelakan cabai dijual seharga Rp 35 ribu. Sebab petani sudah mendapat keuntungan dengan harga cabai sebesar Rp 25-35 ribu. "Petani cabai Magelang menjual seharga Rp 25 ribu dijual ke Bali dan Balikpapan," katanya.
Dia mengaku berkeliling ke sejumlah sentra cabai di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Spudnik berharap harga cabai turun dan stabil seharga Rp 70 ribu. "Petani harus tetap untung, kenaikan cabai saat ini tak lazim. Belum pernah dalam sejarah, harganya di atas Rp 100 ribu," ujarnya.
Menurutnya harga cabai rawit melonjak akibat hujan sehingga produksi cabai merosot. Jika sebelumnya sepekan dua kali panen, sekarang hanya sekali.
Sesuai Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) konsumsi cabei rawit secara nasional per kapita per tahun sekitar 1,26 kilogram. Sedangkan sebulan sekitar 0,05 kilogram, dan per hari 35 gram per kapita. Sehingga dia meminta masyarakat tak usah panik.
Masyarakat bisa menggantinya dengan cabai keriting dan cabai merah besar yang harganya relatif lebih murah. Di tingkat petani harganya di bawah Rp 20 ribu per kilogram. Cabai keriting dan cabai merah jauh lebih murah dibanding cabai rawit.
EKO WIDIANTO