TEMPO.CO, Malang - Petani cabai di Desa Purworejo, Ngantang, Kabupaten Malang, menjual cabai seharga Rp 35 ribu per kilogram meski tengkulak membeli seharga Rp 70-80 ribu per kilogram. Cabai varietas manu ini akan dipasok melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) dan Perum Bulog.
Pada tahap pertama dipasok cabai sebanyak dua ton untuk mengendalikan harga cabai yang terus meroket. Para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Gemah Ripah menyiapkan lahan cabai seluas 30 hektare. "Tidak selalu, sewaktu-waktu saja," kata Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah, Yiguantoro, Rabu, 11 Januari 2017.
Kelompok tani yang beranggotakan 153 petani ini rela menjual cabai separuh lebih murah dibanding harga pasaran demi mengendalikan harga cabai. Mereka menjual cabai murah lantaran selama ini sering mendapat bantuan alat dan mesin pertanian, pupuk, serta pestisida hayati. Menurutnya, harga cabai ditingkat petani naik sejak sebulan lalu. Sebelumnya, harga berkisar antara Rp 45-55 ribu. "Naik-turun, tak pernah stabil, bahkan harga berubah setiap jam," ujarnya.
Yiguantoro menambahkan, biaya produksi setiap kilogram cabai Rp 6-7 ribu. Dengan harga Rp 10 ribu pun petani tetap untung. Namun, saat musim penghujan, banyak tanaman yang rusak. Selain itu, daya simpan cabai rendah sehingga cepat membusuk. Rata-rata cabai hanya bertahan antara dua sampai tiga hari. Setelah melebihi waktu itu, cabai membusuk.
Adapun Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Malang Nasri menjelaskan, total luas ladang cabai mencapai 4.200 hektare. Dengan total produksi cabai per tahun mencapai 63 ribu ton. "Sentra tanaman cabai di Ngantang, Turen, dan Pujon," katanya.
Rata-rata produktivitas tanaman cabai mencapai 15 ton per hektare. Saat musim penghujan, produksi turun. Kini diturunkan petugas penyuluh untuk memantau dan mengatasi masalah yang dialami petani. Seperti mengatasi hama penyakit yang menyerang tanaman cabai.
EKO WIDIANTO