TEMPO.CO, Gresik – Pemerintah pusat berencana membatasi ekspansi industri semen di Indonesia lantaran persaingan industri semen yang semakin ketat. Kelebihan pasokan produksi dalam negeri itu terjadi sejak tahun 2015.
“Tahun 2016 posisinya oversupply 25 persen dari kebutuhannya. Bahkan diperkirakan pada tahun 2018 akan mencapai lebih dari 30 persen,” kata Airlangga Hartarto Menteri Perindustrian dalam sambutannya di Perayaan Hari Ulang Tahun Semen Indonesia ke-4 di Gresik, Senin, 9 Januari 2017.
Airlangga menjelaskan, . “Kementerian tentu akan mengurangi ekspansi yang ada sampai kapasitas tercapai 80 juta ton,” ujarnya.
Dibandingkan negara-negara tetangga, kata Airlangga, peluang pasar juga cukup besar karena konsumsi semen nasional Indonesia masih kecil, yakni berkisar 243 kilogram per kapita. Adapun konsumsi semen Malaysia sebesar 751 kilogram per kapita, Thailand 443 kilogram per kapita, dan Vietnam 661 kilogram per kapita.
Meski begitu, pembatasan pembangunan bukan berarti pemerintah memberlakukan moratorium investasi. Namun perhatian terhadap suplai dan kebutuhan. Airlangga melanjutkan, pemerintah akan menunggu sampai suplai dan kebutuhan mendekati 80 juta ton. "Tidak moratorium tapi kita sampaikan mengenai supply and demand. Mungkin 3 tahun ke depan akan ada pembatasan,” tuturnya.
Selain itu, industri yang sudah ada didorong untuk bisa memenuhi kebutuhan klinker dalam negeri. Sehingga dalam 2 sampai 3 tahun ke depan, ia berharap tak ada impor klinker lagi.
“Ketika kapasitas sudah naik, tinggal kita dorong demand (kebutuhan) semen supaya meningkat terutama demand non infrastruktur dengan mendorong investasi di industri dan kegiatan ekonomi masyarakat,” ujar Airlangga.
Menurut Airlangga, industri semen masih memiliki prospek cerah mengingat iklim investasi sampai saat ini cukup menarik minat para investor. “Nilai investasi industri semen pada tahun 2016 mencapai Rp 15 triliun, menunjukkan masih menariknya industri semen bagi investor dalam maupun luar negeri.”
Untuk itu, Kementerian Perindustrian akan terus mendorong penggunaan semen dalam negeri pada program pembangunan infrastruktur pemerintah yang berkordinasi dengan kementerian lain.
Seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan instansi lainnya. Sehingga diharapkan utilisasi industri semen nasional dapat ditingkatkan.
Sementara itu, PT Semen Indonesia (Tbk) menyatakan bahwa kelebihan pasokan tersebut tidak mereka alami. “Kami sendiri tidak oversupply, bahkan Semen Gresik masih kekurangan produk. Dari kapasitas produksi 30 juta ton, kami sudah berproduksi 29 juta ton sehingga utilisasinya hampir 100 persen,” ujar Sekretaris Perusahaan Agung Wiharto.
Namun ia mencatat bahwa kelebihan pasokan memang terjadi di industri semen di Pulau Jawa. Ia menggambarkan, konsumsi semen di Jawa mencapai 56 persen atau berkisar 35 juta ton dari total kebutuhan semen nasional sebesar 64 juta ton. “Sedangkan perkiraan total kapasitas produksi di Jawa mencapai 52,6 juta ton dari total nasional 102 juta ton,” katanya.
Kekurangan pasokan justru terjadi di Halmahera, Nusa Tenggara, dan Papua. “Untuk Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera cukup.”
Untuk itu pihaknya mendukung jika pemerintah memberlakukan pembatasan izin pabrik baru. “Kami sangat mendukung. Tapi walau ada moratorium, pabrik kami di Rembang tetap akan jalan karena moratorium tidak bisa kembali (back date),” kata Agung.
ARTIKA RACHMI FARMITA