TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan usul mengubah biaya pengurusan surat kendaraan bermotor sudah bergulir sejak 2015. Menurut dia, usul itu datang dari Kepolisian Republik Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, ada banyak masukan yang datang dari institusi pemerintah lain, seperti Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan.
"Masukannya seharusnya tarif PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang sudah berlaku pada 2010 direvisi," ucap Askolani di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 6 Januari 2017. Tak hanya soal revisi, ujar dia, BPK banyak mendapatkan temuan ihwal pungutan atau biaya yang tidak ada dasar hukumnya. "BPK dalam mengaudit masih menemukan kelemahan. Ini jadi bahan pertimbangan kami," tuturnya.
Baca: Polda Metro Jaya Hapus Denda Pajak Kendaraan Bermotor
Seperti diberitakan, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak menaikkan tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. Kenaikan itu meliputi pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, serta surat izin dan STNK lintas batas negara. Semua tarif baru itu mulai diberlakukan pada 6 Januari 2017.
Di sisi lain, kata Askolani, upaya pemerintah merevisi PP Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk peningkatan pelayanan. "Kebijakan pemerintah untuk menghapus pungli (pungutan liar)," ucapnya.
Baca: Pemprov Jawa Timur Beri Keringanan Pajak Kendaraan Bermotor
Lebih lanjut, Askolani menyatakan 92 persen pemasukan dari tarif PNBP pengurusan surat kendaraan bermotor akan kembali ke institusi Polri. "Jadi ini kembali ke masyarakat, tidak digunakan untuk yang lain," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, mengatakan langkah revisi tarif pengurusan surat kendaraan bermotor tidak lepas dari hasil audit BPK. Ia menuturkan Polri merupakan salah satu institusi yang masuk program reformasi birokrasi nasional. "Polri adalah sektor pelayanan publik. Selama ini, di sana banyak hal yang tidak transparan dan akuntabel," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN