TEMPO.CO, Jakarta - Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia berencana menaikkan tarif jasa pelayanan navigasi penerbangan hingga 60 persen pada 2017, dari tarif yang berlaku saat ini. Direktur Operasi Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/AirNav Indonesia) Wisnu Darjono, mengatakan pihaknya dalam beberapa tahun terakhir ini telah banyak mengucurkan biaya investasi untuk modernisasi peralatan.
Baca : AirNav Bangun 86 Menara ATC Baru Hingga 2021
“AirNav itu cost recovery. Semua biaya yang timbul harus dibayar pengguna jasa. AirNav tidak boleh rugi, tetapi tidak boleh juga untung kebanyakan, karena bukan profit oriented,” katanya di Jakarta, Rabu 4 Januari 2017.
AirNav Indonesia akan mengajukan proposal penyesuaian tarif kepada Kementerian Perhubungan dalam waktu dekat ini. Adapun, penyesuaian tarif masih digodok manajemen perusahaan pelat merah itu.
Baca : Ganggu Penerbangan, AirNav Indonesia Larang Laser di Bandara
Pada 2016, AirNav Indonesia telah merealisasikan belanja modal sebesar Rp2 triliun, atau 95 persen dari target sebesar Rp2,1 triliun. Dari realisasi itu, sebanyak 76 persen barang modal telah digunakan, sedangkan sisanya baru akan digunakan 2017.
Wisnu menjelaskan penyesuaian tarif sangat penting agar upaya modernisasi peralatan dan fasilitas navigasi udara tetap berkelanjutan. Apalagi, tegasnya, trafik penerbangan di Indonesia semakin padat pada masa mendatang.
Dia mengklaim penyesuaian tarif jasa kenavigasian udara terjadi terakhir kali dilakukan sekitar 15 tahun lalu, atau ketika layanan navigasi masih dikelola pengelola bandara, seperti PT Angkasa Pura (AP) I dan PT AP II.
“Tarif untuk penerbangan internasional kita itu baru USc 65 per route unit, jauh lebih kecil dibandingkan rata-rata tarif navigasi di luar negeri sekitar US$2 . Untuk domestik malah cuma sekitar Rp3.000,” ujarnya.
Oleh karena itu, Wisnu berharap proposal penyesuaian tarif dapat diterima Kemenhub selaku regulator guna menjamin investasi AirNav Indonesia. Apalagi perusahaan itu berencana mengucurkan belanja modal sebanyak Rp2,2 triliun pada 2017.
Baca : Peremajaan Alat Navigasi, Airnav Investasikan Rp2,27 Triliun
Modernisasi peralatan dan pembangunan fasilitas navigasi tengah dilakukan secara bertahap oleh AirNav Indonesia. Untuk periode 2017-2019, sebanyak 10 bandara menjadi prioritas agar layanan navigasi dapat lebih meningkat.
Bandara tersebut adalah Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Sepinggan Balikpapan, Bandara Achmad Yani Semarang, Bandara R.H Fisabilillah Tanjung Pinang, dan Bandara Supadio Pontianak.
Baca : Airnav Segera Pasang ILS di 13 Bandara
Kemudian, Bandara Depati Amir Pangkal Pinang, Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, Bandara Kertajati Majalengka, Bandara Mathilda Batlayery Saumlaki dan Bandara Kulonprogo Yogyakarta.
Ketua Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto menuturkan wacana kenaikan tarif jasa navigasi penerbangan kurang tepat jika harus dilakukan pada 2017.
“Saya kira kenaikan tarif waktunya kurang tepat saat ini karena perlu ada transparansi dulu terkait kenaikan tarif itu, sehingga kenaikan tarif itu bisa dipertanggungjawabkan mengingat status AirNav yang memonopoli jasa navigasi,” katanya.
Seharusnya, Bayu menilai Indonesia memiliki lembaga independen yang mengatur tarif jasa navigasi dan kebandarudaraan ter - sebut, sekaligus mampu mewakili para stakeholders dalam industri penerbangan
BISNIS.COM