TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengaku terkejut saat mendengar kenaikan harga berbagai jenis cabai di sejumlah daerah. Salah satunya jenis cabai tiung di Samarinda, Kalimantan Timur, yang harganya mencapai Rp 200 ribu per kilogram.
"Saya akan coba koordinasi dengan Mentan, karena luar biasa sekali kalau (kenaikan) sampai sebesar itu," kata Darmin dalam menyikapi kenaikan harga cabai di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2017. Koordinasi dengan Menteri Pertanian dilakukan agar distribusi cabai tidak terganggu dan harganya bisa kembali stabil di beberapa daerah.
Lebih jauh, Darmin mengatakan penyebab dari kenaikan harga cabai tersebut adalah karena distribusi yang terganggu maupun faktor cuaca akibat musim kemarau basah. Untuk itu, pemerintah berupaya menyiagakan pasokan bagi cabai tersebut, khusus di Samarinda, agar harga dapat terkendali dalam beberapa hari mendatang.
Dalam jangka pendek, kata Darmin, pemerintah akan menggenjot pasokan dengan mengirim cabai ke sejumlah daerah yang harganya melonjak. “Kalau di Samarinda harga naik, ya dicari jalannya. Kirim dari daerah lain,” tuturnya. “Karena di daerah lain kan tidak segitu (harganya).”
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Provinsi Kalimantan Timur Muhammad Yunus mengatakan kenaikan harga yang cukup tinggi pada komoditas cabai telah berlangsung sejak tiga hari lalu. Adapun puncak kenaikan harga terjadi pada Selasa dan Rabu lalu.
Yunus mengatakan tingginya harga cabai karena beberapa daerah penghasil sedang mengalami gagal panen akibat banjir, padahal hanya daerah tertentu yang pasokannya mencukupi. Akibatnya, komoditas cabai menjadi barang langka yang kemudian harganya melambung tinggi.
Namun, ia memperkirakan lonjakan harga cabai yang tinggi tersebut tidak akan lama, karena Samarinda khususnya dan Kalimantan Timur umumnya, sering mengalami hal yang serupa. "Saya yakin tidak ada penimbunan cabai oleh pemasok, karena daya tahan cabai hanya lima hari, setelah itu tidak segar lagi," ujar Yunus.
ANTARA