TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan saat ini produktivitas masyarakat Indonesia terbilang rendah. Padahal, kata Ahmad Heri, produktivitas dan daya saing merupakan agenda besar pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo.
“Negara kita sulit memacu produktivitas yang tinggi, indikatornya terlihat di sektor riil, khususnya industri manufaktur,” kata Ahmad Heri Firdaus saat ditemui di kantor Indef, Jakarta Selatan, Kamis, 29 Desember 2016.
Ahmad Heri mengungkapkan, kondisi industri yang sedang menurun terlihat dari deindustrialisasi yang terjadi lebih awal dan cukup cepat. "Saat ini kontribusi PDB terhadap industri adalah 19,9 persen, padahal dulu sempat mencapai angka 28 persen," ujarnya.
Bagi Ahmad Heri, penurunan sektor industri terhadap PDB (produk domestik bruto) terlalu awal. Alasannya, industri belum mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk proses penciptaan nilai tambah dan perluasan lapangan kerja yang optimal. “Dominasi sektor jasa terlalu dini," tutur Ahmad Heri.
Menurut Ahmad Heri, industri dalam negeri mengalami deindustrialisasi karena kurang didukung sarana dan prasarana berwujud kawasan industri. “Dari beberapa tahun lalu sampai sekarang, kawasan industri masih 74 jumlahnya.”
Meski pemerintah berencana menambah kawasan industri strategis, bagi Ahmad Heri, yang paling penting bukanlah kuantitas semata, melainkan efektivitas kawasan industri tersebut. “Ini tidak didukung pembiayaan memadai, investor tidak tertarik,” ujarnya.
Semua masalah di atas mengakibatkan adanya produktivitas industri yang minim. Hal ini ditambahkan dengan masalah produktivitas sumber daya manusia yang masih memiliki keterbatasan secara kualitas.
Selain masalah tenaga kerja, pengembangan inovasi dan teknologi yang lambat juga membuat industri dalam negeri tidak berkembang. Ahmad Heri menilai Indonesia terlalu bergantung pada teknologi asing sehingga menyebabkan struktur Indonesia tidak kompetitif. “Penguasaan teknologi dan inovasi adalah kunci peningkatan produktivitas dan daya saing,” tuturnya.
DIKO OKTARA