TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan perekonomian yang stabil di Indonesia dinilai tidak lain terjadi karena faktor investasi dan konsumsi yang tinggi dari masyarakat di Tanah Air. “Suatu hal yang sulit kita mungkiri adalah pertumbuhan yang stabil tersebut tidak lepas dari sumbangan terbesar dari sektor konsumsi sebesar 53,8 persen dan investasi sebesar 31,6 persen,” kata Wakil Ketua MPR Taufik Kurniawan di Jakarta, Selasa, 27 Desember 2016.
Menurut politikus Partai Amanat Nasional itu, kedua hal tersebut merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan pada 2016. Namun, pada saat yang bersamaan, pengetatan dan penurunan pengeluaran anggaran pemerintah pada tahun ini akan berimbas pada target pertumbuhan 2017.
Taufik juga mengingatkan, melihat kecenderungan ekonomi global, Cina dan Amerika Serikat juga dinilai sedang merevisi kebijakan ekonomi masing-masing. “Cina dan AS pun sedang dilanda gerakan revisi kebijakan ekonomi yang setiap saat mempengaruhi ekonomi dalam negeri, khususnya nilai tukar rupiah,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Anton Gunawan, menilai lembaga pemeringkat Standard and Poors (S&P) seharusnya sudah mengganjar Indonesia dengan peringkat layak investasi (investment grade), tapi hal tersebut terhambat karena mekanisme internal di lembaga asal New York itu.
”S&P selalu mencoba menambah faktor penilaian yang kadang-kadang muncul, seperti masalah politik, yang akhirnya mencegah mereka untuk ditingkatkan. Jadi masalahnya lebih ke S&P,” kata Anton di Jakarta, Kamis pekan lalu, 22 Desember 2016. Hal penting lain adalah jaminan keamanan dan ketertiban suatu negara.