TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan pihaknya akan meninjau kembali skema feed-in tariff di sektor energi baru terbarukan dan di sektor energi panas bumi. Feed in tariff adalah harga patokan pembelian harga energi berdasarkan biaya produksi energi baru dan terbarukan. Negosiasi ulang dilakukan demi menciptakan harga listrik yang lebih efisien.
Baca: Pemerintah Terus Kembangkan Energi Baru Terbarukan
Jonan berharap pembahasan feed in tariff bisa segera terjadi dalam waktu dekat. “Segeralah, Januari kalau tim sudah selesai membahas,” kata Jonan saat ditemui di acara diskusi yang diselenggarakan oleh Tempo Media Group, di Royal Kuningan Hotel, Jakarta, Rabu 21 Desember 2016.
Jonan menambahkan pihaknya saat ini sedang membentuk tim untuk membahas masalah itu. Bagi Jonan, hal itu perlu dilakukan agar energi baru terbarukan bisa bersaing dengan energi fosil karena ada negara yang sudah mampu melakukannya.
Baca: Harga BBM Tahun 2017 Tidak Berubah
Sebagai contoh adalah Uni Emirat Arab. Menurut Jonan, di sana mereka membuat pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 150 megawatt, namun tarifnya cukup rendah, yaitu hanya 2,99 sen per kWh.
Selain itu, kata Jonan, negara tersebut tengah membangun pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 200 megawatt dan tarifnya nanti akan berkisar di angka 2,42 sen per kWh. “Timur Tengah bisa rendah,” tuturnya.
Jonan melihat, jika selama ini yang menjadi masalah bagi pengembangan energi baru terbarukan adalah soal tanah, masih bisa dicarikan tanah yang murah harganya. “Bangun di atas laut kan juga bisa,” ucapnya.
Sebelumnya, Jonan mengatakan energi baru terbarukan harus bersaing dengan energi fosil. Hal ini harus dilakukan jika memang menginginkan ada bauran energi yang baik.
DIKO OKTARA