INFO BISNIS - Sebagai negara maju, Jepang dikenal memiliki standar yang tinggi dalam berbagai aspek, tak terkecuali dalam bidang perdagangan. Pasar Jepang yang kompetitif menuntut kualifikasi ketat yang harus dipenuhi para pelakunya.
Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas, produsen pulp dan kertas Indonesia, mampu menjawab tantangan tersebut. Tidak hanya menembus pasar, tapi APP yang menggunakan payung APP Jepang (APPJ) ini, juga menjadi pemain utama dalam kertas fotokopi di Jepang.
Baca Juga:
Sejak 2015, tercatat sekitar 25 persen pasar kertas fotokopi di Jepang dengan volume 300 ribu ton per tahun dikuasai APP. Ini belum termasuk kertas tisu, kertas cetak, kertas pembungkus, dan alat tulis kantor.
Secara keseluruhan, Jepang adalah pasar ekspor ketiga terbesar bagi APP dengan nilai penjualan US$ 800 juta per tahun. Untuk masuk ke Jepang, APP menggandeng Askul sebagai mitra distributor. Jaringan distribusi Askul telah menjangkau ke seluruh pelosok negeri Jepang.
Bukan tanpa kendala, isu pengelolaan hutan sempat menaungi APP. Askul mengaku mendapat tekanan dari LSM untuk mempertimbangkan aspek lingkungan. “Pada saat yang sama, Askul harus membeli kertas fotokopi,” ujar Kamei, Vice Executive Officer CSR & General Affairs Askul Corporation di Tokyo, Jepang, 12 Desember 2012.
Baca Juga:
Hal ini membuat pihaknya menerapkan standar tertentu dalam pengelolaan hutan pemasok bahan baku, termasuk APP. “Ternyata mereka dapat memenuhinya,” ujar Kamei.
Askul juga turut berperan aktif dalam menangani isu lingkungan ini. Sejak tahun 2008, mereka membuat program untuk setiap penjualan satu boks kertas fotokopi ditukar dengan penanaman dua pohon di Indonesia.
Pada akhirnya, isu lingkungan terbukti tidak menggoyahkan konsumen di Jepang. Kamei menjelaskan, tahun lalu penjualan Askul berkisar 315 miliar yen. Tahun ini, penjualan mereka diperkirakan mencapai 345 miliar yen. Pasarnya sendiri mengalami pertumbuhan lima persen per tahun.
Ditemui di tempat yang sama, Chairman APP Jepang Tan Ui San menegaskan komitmen APP dalam kebijakan konservasi hutan. “Sejak 2013, kami tak memakai hutan alam untuk sumber bahan baku,” tuturnya.
Selama hampir 20 tahun di pasar Jepang, APPJ telah banyak melakukan aktivitas CSR. Salah satunya sejak 2014 APPJ mendukung Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) untuk turut berpartisipasi dalam konservasi orang utan. “Pada 2016 kami mendonasikan sebagian penjualan kertas fotokopi, dan donasi ini digunakan untuk ongkos transportasi mengembalikan orang utan ke habitat aslinya,” ucap Tan.
Tan menyebut Askul juga berpartisipasi dalam program restorasi hutan seluas 20 hektare di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Riau, dengan nilai investasi sekitar 3 juta yen. Yang terbaru, Askul tengah mempelajari program agroforestry, bekerja sama dengan APP untuk mendukung sejumlah komunitas lokal di Indonesia.
Secara bisnis, APP Jepang juga telah diakui dengan menjadi anggota Keidanren (Kamar Dagang dan Industri Jepang). Sebanyak 1.524 perusahaan bernaung di bawah Keidanren, dan APP tercatat sebagai satu-satunya perusahaan Indonesia yang menjadi anggota federasi ini.
Untuk memantapkan posisi di Jepang, APP mengikuti program sertifikasi produk di bawah skema Programme for The Endorsement of Forest Certification (PEFC) dan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). PEFC ialah inisiatif negara-negara Amerika Utara dan sebagian Eropa sejak 1990-an. Ketaatan perusahaan bersertifikat PEFC diaudit tiap tahun. Sertifikasi ini diharapkan akan meningkatkan kepercayaan pasar bahwa produk yang dihasilkan memperhatikan kelestarian lingkungan melalui proses yang berkelanjutan. (*)