TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk mendukung BI dalam menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah.
Permintaan itu disampaikan Agus saat Jokowi menghadiri peluncuran pecahan mata uang rupiah seri terbaru 2016 di kompleks Bank Indonesia, Senin, 19 Desember 2016. "Kami juga ingin mengusulkan kepada Presiden, mohon untuk mendukung proses penyelesaian RUU Redenominasi Rupiah," kata Agus.
Menurut Agus, dengan disetujuinya RUU Redenominasi Rupiah menjadi undang-undang, maka jumlah digit rupiah menjadi lebih sederhana. Perubahan ini, kata Agus, akan diikuti penyesuaian harga barang dan jasa tanpa mengubah nilai rupiah terhadap mata uang asing.
"Sehingga denominasi tidak akan mengurangi daya beli masyarakat, karena redenominasi bukan sanering," kata Agus.
Agus mengakui, setelah disetujuinya undang-undang tersebut akan dibutuhkan waktu transisi minimal delapan tahun. Karena itu, BI meminta dukungan Presiden untuk penyelesaian RUU tersebut, selain juga berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi menuturkan, seharusnya RUU tentang redenominasi sudah masuk ke Program Legislasi Nasional 2017. Namun, ternyata RUU tersebut tertunda pembahasannya.
"Ternyata kita lihat ini belum masuk. Memang nanti ini memerlukan waktu. Setelah masuk ke Prolegnas, dan sudah diputuskan di DPR, membutuhkan waktu yang tak pendek, 7 tahunan pelaksanaan," kata Jokowi. "Ini masuk Prolegnas aja belum," katanya.
Redenominasi yang sempat diutarakan pada 2014, berbeda dengan sanering atau pemotongan nilai uang. Redenominasi merupakan penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang dengan mengurangi jumlah digit. Misalnya, untuk mata uang Rp 1.000, jika dilakukan redenominasi akan menjadi Rp 1, Rp 50 ribu akan menjadi Rp 50.
DESTRIANITA