TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan permintaan dunia atas minyak mentah masih rendah dan tidak akan mengalami peningkatan dalam waktu dekat. Karena itu, menurut dia, penguatan harga minyak saat ini—yang mencapai US$ 55 per barel—akan kembali turun akibat permintaan yang melemah tersebut.
Dengan demikian, kata Sri Mulyani, harga minyak mentah diperkirakan tidak akan bertahan cukup lama dalam posisi yang terlalu tinggi. “Secara total, pada 2017, saya rasa masih imbang dari sisi kemungkinan bahwa harga minyak sesuai asumsi kita, yaitu di US$ 45 per barel," kata Sri Mulyani di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2016.
Sri Mulyani mengatakan keputusan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk membatasi produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari cukup mengagetkan. "Ternyata mereka mampu membuat komitmen dari sisi volume. Tapi, dari realisasinya, muncul pertanyaan apakah volume produksi seluruh dunia akan bisa match dengan kebutuhan."
Dengan munculnya ketidakpastian tersebut, proyeksi negara-negara di dunia dari sisi permintaan minyak masih belum bisa diprediksi. "Apa yang terjadi di Eropa, dari Brexit, referendum Italia, dan election di Prancis, Jerman, serta Belanda, akan memberikan pengaruh terhadap proyeksi pemulihan di Eropa."
Sementara itu, kata Sri Mulyani, semua negara akan melihat bagaimana kebijakan Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, dalam menstimulus permintaan. "Namun, dari AS, kebutuhan terhadap energi dan produksi, terutama dari nonminyak, bisa mensubstitusi," ujarnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI