TEMPO.CO, Jakarta - Rilis inflasi yang diumumkan Badan Pusat Statistik membuat rupiah mampu bertahan di zona positif. Namun perlu dicermati kemungkinan imbas negatif dari pergerakan positif dari laju dolar Amerika Serikat yang terbantukan dengan pelemahan yen Jepang.
Menguatnya harga minyak mentah dunia seharus membuat dolar Amerika berbalik melemah sehingga sehingga dapat dimanfaatkan untuk penguatan berbagai mata uang di emerging market.
Namun menurut senior analis dari Bumi Artha Securities Reza Priyambada, pada kenyataannya laju dolar Amerika tidak terlalu melemah karena diimbangi oleh melemahnya yen seiring turunnya Nikkei manufacturing PMI.
BPS kemarin mengumumkan inflasi bulanan November 2016 mencapai 0,47 persen dengan inflasi tahun kalender Januari-November 2016 sebesar 2,59 persen dan inflasi tahunan (yoy) mencapai 3,58 persen. Inflasi pada November 2016 tersebut meningkat dibanding Oktober 2016 yang sebesar 0,14 persen.
Sebelumnya laju rupiah yang mampu bertahan di atas support-nya memberikan kesempatan pada mata uang ini untuk berbalik menguat dan sempat melampaui high level sehari sebelumnya di 15.570 dengan berada di level 13.504. "Laju rupiah diharapkan dapat kembali menguat dengan memanfaatkan tren yang ada," ucap Reza.
Reza menilai, perlu dicermati berbagai sentimen yang ada serta waspadai bila kembali meningkatnya aksi jual yang dapat berimbas pada pembalikan arah rupiah. Diperkirakan Rupiah akan bergerak dengan kisaran pada kisaran support 13.580 dan resisten 13.485.
Laju Rupiah sempat mendekati target resisten sehari sebelumnya di 15.485 namun, kembali turun seiring pergerakan dolar Amerika yang tidak terlalu melemah.
Cermati berbagai sentimen yang ada serta waspadai bila kembali meningkatnya aksi jual yang dapat berimbas pada pembalikan arah rupiah. Rupiah diperkirakan akan bergerak dengan kisaran pada kisaran support 13.550 dan resisten 13.480.
SETIAWAN ADIWIJAYA