TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembekuan status Indonesia di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) merupakan langkah strategis. Kalau tidak dilakukan, kata Luhut, kebijakan pemotongan produksi minyak akan mempengaruhi profil rencana anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN). "Kalau ikut, kita akan terpotong 37 ribu barel, dan itu setara US$ 2 juta per hari, APBN berpengaruh," kata Luhut saat ditemui di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Desember 2016.
Luhut mengatakan hal ini bukan sekali dilakukan oleh Indonesia, karena pada 2008 juga pernah dilakukan. Dulu, pada 2008, keanggotaan Indonesia di OPEC dibekukan, dan kemudian diaktifkan kembali agar memudahkan impor minyak.
Mengenai dampak pembekuan ini, Luhut menuturkan bahwa dia masih akan melihat lebih lanjut ke depannya. Dia mengungkapkan bahwa saat ini yang terpenting adalah Indonesia tidak mengalami kerugian sebesar US$ 2 juta per hari.
Indonesia sebelumnya telah memutuskan untuk membekukan sementara keanggotaan di OPEC. Keputusan itu diambil dalam sidang ke-171 OPEC di Wina, Austria, Rabu, 30 November 2016. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, yang menghadiri sidang tersebut, menjelaskan langkah pembekuan diambil menyusul keputusan sidang untuk memotong produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari di luar kondensat. Sidang tersebut juga meminta Indonesia memotong sekitar 5 persen produksinya atau sekitar 37 ribu barel per hari.
DIKO OKTARA