TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memutuskan membekukan sementara keanggotaan di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Keputusan itu diambil dalam Sidang ke-171 OPEC di Wina, Austria, Rabu, 30 November 2016.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, yang menghadiri sidang tersebut, menjelaskan, langkah pembekuan diambil menyusul keputusan sidang untuk memotong produksi minyak mentah Indonesia sebesar 1,2 juta barel per hari di luar kondensat.
Sidang juga meminta Indonesia memotong produksinya sekitar 5 persen atau sekitar 37 ribu barel per hari. "Padahal kebutuhan penerimaan negara masih besar, dan pada RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2017 disepakati produksi minyak di 2017 turun sebesar 5 ribu barel dibanding 2016," kata Jonan melalui keterangan tertulis.
Pemotongan yang bisa diterima Indonesia adalah 5 ribu barel per hari. Jonan menambahkan, sebagai negara net importir minyak (crude oil), pemotongan kapasitas produksi ini tidak menguntungkan bagi Indonesia karena harga minyak secara teoretis akan naik.
Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada 2008, efektif berlaku 2009. Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016.
Pembekuan sementara dinilai menjadi keputusan terbaik bagi semua anggota OPEC. Sebab, dengan begitu, keputusan pemotongan sebesar 1,2 juta barel per hari bisa dijalankan dan di sisi lain Indonesia tidak terikat dengan keputusan yang diambil, sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia.
Baca:
Sri Mulyani Cerita Jadi Menteri: Beratnya Minta Ampun
Kisah Menteri Sri Mulyani dan 'Tamu Istimewa'-nya
Saat Sri Mulyani, Boediono, dan Chatib Bertemu Bahas Krisis
REZKI ALVIONITASARI