TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyebutkan setidaknya ada dua alasan penting yang mendorong pengembangan energi baru terbarukan. Pertama, karena energi fosil makin lama makin habis dan tidak bisa digantikan.
“Sebanyak 94 persen dari kebutuhan energi Indonesia disuplai oleh energi fosil,” ujar Direktur Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Maritje Hutapea, dalam acara Seminar Nasional "Toward Energy Transformation" di Gedung Patrajasa, Jakarta Selatan, 30 November 2016.
Maritje menjelaskan, konsumsi energi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun peningkatan itu didominasi sumber energi fosil. Padahal, jika dilihat dari segi potensi, Indonesia merupakan negara yang potensial untuk pengembangan geothermal energy, karena terletak di titik api (ring of fire).
Sebanyak 6 persen dari kebutuhan energi itu, kata Maritje, berasal dari energi baru terbarukan konservasi energi (EBTKE). Padahal, di tingkat global, energi fosil dibutuhkan dan penggunaannya semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, karena energi merupakan kebutuhan mendasar.
Alasan kedua adalah penggunaan energi fosil berlebihan pada akhirnya menimbulkan dampak baru, yakni pemanasan global atau climate change. Indonesia dalam hal ini telah berkomitmen mencegah pemanasan global pada saat Presiden Joko Widodo menghadiri KTT Perubahan Iklim Paris 2015 (COP) 21 pada 30 November 2015.
Maritje menuturkan, komitmen tersebut dalam rangka pencegahan agar kenaikan suhu tak melebihi 2 derajat. "Masing-masing negara, termasuk Indonesia, berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030.”
Untuk menghambat perubahan iklim, kata Maritje, Indonesia harus membenahi pemanfaatan energi dengan cara mengembangkan energi bersih yang tidak memiliki emisi besar (non-fosil) secara signifikan. "Kita harus mengurangi pemanfaatan fosil, dan energi baru terbarukan harus dikembangkan," ucapnya.
EBTKE yang saat ini sedang dikembangkan pemerintah antara lain bioenergi dari kelapa sawit, tebu, karet, kelapa, padi, jagung, ubi kayu, dan lain-lain. Sampah kota pun berpotensi dikembangkan. Di samping itu, ada potensi energi yang bisa dikembangkan di Indonesia, yakni tenaga surya, tenaga angin, dan teknologi hibrid berbasis matahari dan angin, juga energi mikrohidro.
DESTRIANITA