TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan, saat ia menjabat Menteri Keuangan untuk pertama kalinya pada 2005-2010, tamu istimewa datang, yakni badai El Nino. Sebelumnya, mantan Menteri Keuangan Boediono mengatakan salah satu tantangan saat ia menjabat Menteri Keuangan pada 2001-2004 adalah badai El Nino.
"El Nino memang senang mendatangi Menteri Keuangan. El Nino datang, harga minyak naik menjadi US$ 100. Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) pun menghadapi situasi di mana tiba-tiba APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tidak kredibel lagi," katanya dalam Seminar Nasional Tantangan Pengelolaan APBN dari Masa ke Masa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 30 November 2016.
Dengan naiknya harga minyak, penerimaan negara dari ekspor minyak memang naik. Tapi, ucap Sri Mulyani, subsidi bahan bakar minyak (BBM) meningkat lebih besar, sehingga defisit membengkak dan persoalan ekonomi membesar. "Saya diminta menjadi Menteri Keuangan saat APBN agak goyang. Kami harus kembalikan lagi, urus subsidi menjadi lebih baik," ujarnya.
Saat krisis terjadi pada 2008-2009, Sri Mulyani menuturkan, problemnya adalah masyarakat teringat pada krisis 1997-1998. Kalau Indonesia tidak memiliki trauma masa lalu, kata dia, barangkali warga menghadapinya tidak sekompleks itu. Menurut dia, pelaku ekonomi dalam situasi itu cenderung menyelamatkan diri sendiri, menarik modal, menutup, menarik uang.
Lantaran para pelaku usaha saat itu tidak rasional dan selalu sangat khawatir, ucap Sri Mulyani, pemerintah harus menenangkan dan mengembalikan kepercayaan diri mereka. Dalam situasi itu, APBN tertekan. Selama APBN kredibel, kata dia, sebenarnya masalah psikologi bisa dihadapi. "Kalau APBN tidak kredibel, apa yang diomongkan Menteri Keuangan menjadi tidak kredibel," ujarnya.
APBN, tutur dia, tidak seharusnya menjadi masalah. Dia menjelaskan. APBN merupakan instrumen yang bisa menjadi solusi permasalahan ekonomi. "Waktu ekonomi kuat, dia bisa menjadi instrumen untuk mendinginkan. Waktu ekonomi lemah, dia bisa menjadi instrumen untuk stimulus. Karena itu, APBN harus dijaga bersama," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI