TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Friderica Widyasari Dewi menuturkan, hingga saat ini, berdasarkan data KSEI jumlah dana repatriasi dari program pengampunan pajak yang masuk ke pasar modal baru sekitar Rp 100 miliar.
Menurut wanita yang akrab disapa Kiki itu, dana tersebut paling banyak diinvestasikan di sektor saham, dengan jumlah rekening masih di bawah 100 rekening. “Belum banyak sih, kalau dilihat dana dan efeknya kan macam-macam, per value, sekitar Rp 100 miliar, jumlah rekening di bawah 100 rekening,” ujar Kiki saat ditemui di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 15 November 2016.
Baca: Menteri Sri Mulyani Paparkan Tax Amnesty pada WNI di Belanda
Dana tersebut tercatat melalui pembukaan rekening dengan menggunakan Single Investor Identification nasabah khusus tax amnesty yakni Rekening Saham Peserta Tax Amnesty (RSPTA) dan Rekening Dana Nasabah Peserta Tax Amnesty (RDNPTA) dan tersimpan di KSEI. “Kalau dari data yang ada, dari setiap rekening yang ada, dari saham yang ada atas nama RSPTA dan RDNPTA itu udah Rp 100 miliar lebih,” ujar Kiki.
Baca: BEI: Peserta Tax Amnesty Lakukan Crossing Saham BCA
Kemarin, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengumumkan, berdasarkan data perdagangan BEI pada Jumat, 11 November 2016 lalu terjadi transaksi tutup sendiri atau crossing saham PT Bank Central Asia (BBCA) di pasar negosiasi senilai Rp 177 triliun, yang membuat transaksi perdagangan BEI melonjak sebesar Rp 189 triliun . Namun hal tersebut membuat indeks perdagangan menurun 4 persen saat penutupan.
PT BCA Sekuritas menjadi broker yang paling banyak melakukan penjualan dan pembelian di pasar negosiasi. Pembelian dilakukan oleh investor lokal pada harga Rp 15.224 per lembar, lebih tinggi dari harga di pasar reguler Rp 14.674 per lembar. Keseluruhan transaksi mencapai 116,3 juta lot saham. Diduga crossing saham tersebut dilakukan oleh keluarga konglomerat Robert Budi dan Bambang Hartono sebagai pemilik Grup Djarum.
Karena bila ditelusuri, jumlah tersebut sama dengan kepemilikan Grup Djarum melalui Farindo Investment. Keluarga Hartono menggenggam saham BBCA melalui Farindo Investment (Martius) Ltd. sebesar 116,3 juta lot saham setara 47,15 persen. Meski demikian, BEI belum menerima laporan resmi dari pihak BCA. Padahl dengan adanya laporan tersebut, pelaku crossing saham bisa mendapat keuntungan dari pihak BEI yakni mendapatkan diskon fee crossing saham.
Karena belum ada laporan, maka transaki crossing tersebut belum dapat didaftar KSEI sebagai dana repatriasi dari tax amnesty. “Kami bicara berdasarkan data di KSEI. Jadi kalau yang kemarin (dari crossing saham BCA) dibilang tax amnesty, tapi itu belum didaftarkan ke KSEI sebagai Tax Amnesty. Jadi aku nggak bisa bilang itu sebagai Tax Amnesty,” ucap Kiki.
Menurut Kiki, merupakan kewajiban sebagai broker, untuk melaporkan setiap transaksi, baik itu repatriasi, ataupun crossing saham kepada KSEI, sebagai Bank Rekening Efek. Karena nantinya rekening efek tax amnesty akan dipisahkan dari rekening efek biasa, untuk dapat diawasi setiap pergerakan dan aliran dana repatriasi yang diinvestasikan oleh investor tax amnesty tersebut di Indonesia selama tiga tahun.
Dalam hal crossing sebagian saham BCA oleh pemilik grup Djarum, PT BCA Sekuritas yang bertindak sebagai sekuritas, sampai saat ini diketahui belum melaporkan crossing saham tersebut berasal dari program Tax Amnesty. “Itu adalah kewajiban dari perusahaan efek sendiri untuk melaporkan ke KSEI. Termasuk ada satu yang besar itu (BBCA) efek sih belum, orang bilang itu sebagai tax amnesty, tapi itu belum dilaporkan sebagai tax amnesty,” kata Kiki.
DESTRIANITA