TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi pertama di Bursa Efek Indonesia, Rabu, 9 November 2016, sementara berakhir di zona merah. Indeks harga saham terkoreksi cukup dalam, yakni 112,48 poin atau 2,1 persen ke level 5.358,20.
Penurunan IHSG tersebut merupakan bentuk respons pasar terhadap kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton dalam perhitungan cepat pemilihan presiden di Amerika Serikat. Padahal sebelumnya pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 7,34 poin atau 0,13 persen ke level 5.478,03.
Berdasarkan pantauan di RTI Business, dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek, sebanyak 56 saham menguat, 235 saham melemah, 68 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan.
Baca: Pemilu AS: Rebut Ohio & Florida, Trump di Ambang Kemenangan
Sepuluh indeks sektoral di Bursa Efek semuanya kompak melemah dengan rata-rata koreksi mencapai 2 persen. Koreksi terdalam menimpa sektor pertambangan, yakni 2,8 persen, disusul sektor manufaktur yang turun 2,3 persen serta sektor aneka industri dan konsumer yang kompak terkoreksi 2,2 persen.
Menurut analis ekonomi dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada, penurunan IHSG merupakan aksi yang secara langsung merespons pemilihan presiden di Amerika Serikat. Menurut Reza, ketika hasil pemilu Trump lebih unggul daripada Clinton, pasar menganggapnya sebagai sentimen negatif.
"Kalau memang merespons positif, pasti begitu Trump menang IHSG akan menguat seperti kemarin, saat Hillary diperkirakan menang," ujar Reza kepada Tempo, Rabu, 9 November 2016.
Baca: Pemilu AS: Astronot Ikut Memilih Saat 400 Km di Atas Bumi
Menurut Reza, biasanya, skenario pasar akan langsung merespons apa momentum negatif yang mereka lihat. Artinya, ketika Trump lebih unggul daripada Clinton, hal tersebut membuat pasar anjlok.
"Pasar melihat, apabila Amerika dipimpin Hillary, itu akan lebih detail implementasinya. Market lebih suka dengan kepastian. Mereka merespons positif jika Hillary memenangi pemilu," ucap Reza.
Reza melihat pelemahan indeks di pasar bisa jadi akan berlangsung hingga Desember mendatang, kecuali ada asumsi sentimen positif lain yang menggantikan sentimen negatif ini. "Kalau, misal, ada indikasi kabinet lebih baik, ini bisa jadi indikasi berikutnya, apakah pasar naik, apa justru tambah anjlok."
DESTRIANITA KUSUMASTUTI
Baca juga:
Laporkan Ahok, Sang Mantan Biarawati Punya Alasan Ini
Pemilu AS: Trump Unggul Sementara, Begini Reaksi Jokowi
Dinilai Menghasut Makar, Fahri Hamzah Dilaporkan ke Polisi