TEMPO.CO, Surabaya - Potensi zakat dan wakaf dinilai tak kalah menjanjikan dalam pasar keuangan dan perbankan di Indonesia, terutama dalam menumbuhkan sektor keuangan Islami. "Sebagai elemen pembiayaan sosial dalam ekonomi dan keuangan syariah, zakat dan wakaf dapat berperan penting untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo dalam Festival Ekonomi Syariah Indonesia alias ISEF di Surabaya, Kamis, 27 Oktober 2016.
Agus memaparkan, potensi pengumpulan zakat di Asia Selatan dan negara-negara Asia Tenggara pada 2011 berkisar US$ 30 miliar. Di negara-negara sub-sahara Afrika mencapai US$ 24 miliar pada 2013. Sedangkan pemanfaatan wakaf lebih menantang, karena tidak ada data di sebagian besar negara.
Zakat dan wakaf selalu disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan, menurut Agus, terutama masyarakat yang paling terdampak oleh resesi. Karena sifatnya wajib, zakat juga akan terus mengalir secara proporsional dengan harta/pendapatan. "Saat pendapatan berkurang kewajiban zakat pun berkurang, dan saat pendapatan meningkat zakat pun akan meningkat," ucap Agus.
Dengan adanya pengelolaan oleh pemerintah, alokasi zakat dapat dikelola sehingga bertindak sebagai stabilisator. Nilai wakaf pun terus meningkat karena pemasukan dari kegiatan produktif dan penambahan wakaf. "Maka wakaf dapat berperan sebagai penyangga terhadap guncangan ekonomi.”
Oleh karena itu, Agus meminta manajemen zakat dan wakaf harus dilakukan secara efisien dan penuh kehati-hatian menilik besarnya potensi keduanya. Penelitian oleh Islamic Research and Training Institute of IDB (IRTI-IDB) menyatakan, pemanfaatan zakat dan wakaf dapat menjadi titik terang bagi perkembangan keuangan sosial secara global. Bahkan, dapat berkontribusi kepada kemakmuran sosial-ekonomi bangsa.
Bank Indonesia bersama Islamic Research and Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IDB) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) telah menyusun prinsip-prinsip utama pengaturan zakat atau Zakat Core Principles sejak 2014. Prinsip-prinsip utama itu diluncurkan di Istanbul pada 23 Mei 2016, dalam rangkaian World Humanitarian Summit Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Untuk berjalan lebih efektif, kata Agus, pengelolaan zakat dan wakaf perlu dilakukan secara serius dalam konteks keuangan syariah. Dengan sifatnya yang bebas dari rib (bunga), maysir (spekulasi) dan gharar (ketidakpastian yang berlebihan), keuangan syariah lebih memiliki daya tahan terhadap krisis keuangan dibandingkan keuangan konvensional. "Makanya pengembangan pengelolaan zakat dan wakaf harus dilakukan bersamaan dengan pengembangan keuangan syariah.”.
Seminar yang dilakukan pada hari ini merupakan salah satu upaya untuk memperkaya berbagai pemikiran terkait dengan hal tersebut, khususnya prinsip pengaturan wakaf, yang kemudian akan dimuat dalam Journal of Islamic Monetary Economics and Finance (JIMF).
JIMF merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Bank Indonesia 2 kali dalam setahun, yaitu setiap Februari dan Agustus. JIMF memuat penelitian dari berbagai negara, yang telah di-review oleh peer atau peneliti lainnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA