TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki Era Masyarakat Ekonomi ASEAN, masuknya badan usaha jasa konstruksi asing (BUJKA) kian tak terbendung. Hal itu perlu diimbangi dengan ekspansi Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional ke pasar global.
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), per awal Oktober 2016, Cina berada di peringkat teratas BUJKA, disusul Korea Selatan di posisi kedua.
Gabungan Pelaksana Konsruksi Seluruh Indonesia (Gapensi) menilai gencarnya Cina dalam melakukan ekspansi ke negara lain memperoleh dukungan penuh dari pemerintahannya. Pemerintah Cina selain memperkuat pangsa dalam negeri juga mendorong BUJK yang besar untuk menggarap proyek-proyek di luar negeri tanpa memperdulikan kendala bahasa ataupun budaya.
Wakil Sekretaris Jenderal II Gapensi, Errika Ferdinata mengatakan pemerintah Indonesia semestinya juga melakukan hal serupa. Dia mengharapkan pemerintah melakukan langkah konkret seperti mendorong BUMN yang masuk dalam kategori besar gencar dalam melakukan ekspansi ke negara lain supaya tidak berebut kue konstruksi dengan sektor kecil dan menengah. Dengan demikian, sektor kecil dan menengah mampu memperkuat pangsa dalam negeri.
Tak hanya itu, sebelum berlakunya era MEA, negara Asia semisal Cina dan Jepang telah lama memperluas pasar global. Dia mengaku meski pengerjaan infrastruktur di tanah air tengah menggeliat, namun hingga kini sektor kecil dan menengah belum merasakan dampaknya.
"Sudah kami katakan dalam beberapa kali rapat dengan kementerian bahwa kami belum merasakan yang namanya 'booming infrastruktur'. Harusnya mempersiapakan sambil menguatkan kontraktor dalam negeri, yang besar-besar keluar negeri jangan besar kecil main semua di sini. Yang besar nantinya juga hanya akan kuat di negeri sendiri,” katanya Minggu, 24 Oktober 2016.
Selama ini, menurut Errika, tidak ada relasi yang solid antara kontraktor besar dengan sektor kecil dan menengah di tanah air . Selain itu tak adanya motivasi dari BUMN besar dalam berekspansi karena merasa telah memiliki pangsa pasar yang besar dalam negeri.
Tim Teknis Pemberian Izin Usaha di Bidang PUPR PTSP BKPM, Agung Dermawan mengatakan hingga awal Oktober ini tercatat Cina memliki 49,5 BUJKA yang terdaftar aktif, sementara Korea Selatan memiliki 46 BUJKA. Angka tersebut tidak bulat lantaran terdapat BUJK asal China yang terintegrasi dengan duajenis sertifikat dengan masa berlaku yang berbeda yakni aktif dan tak aktif.
Sementara itu hingga awal Oktober 2016, terdapat 591 BUJKA terdaftar di Indonesia dengan status 227 aktif, 292 tidak aktif serta 75 tutup.
BISNIS.COM