TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, mengungkapkan pembangunan sejumlah sektor di Indonesia masih bergantung pada bantuan modal utang luar negeri.
"Jadi, negeri ini tidak bisa hidup, tidak bisa membangun, kalau tidak ada pembiayaan dari luar negeri," ujar Mirza di Kompleks Bank Indonesia Thamrin, Jakarta, Senin, 24 Oktober 2016.
Utang luar negeri (ULN) pemerintah saat ini mencapai US$ 140 miliar, sedangkan ULN swasta atau korporasi mencapai US$ 160 miliar, sehingga total US$ 300 miliar atau Rp 4.000 triliun pembangunan Indonesia dan perluasan usaha korporasi dalam negeri dibiayai oleh asing. "Sisanya modal sendiri," ucapnya.
Baca: Hasil Survei SMRC: Pemenuhan Kebutuhan Pokok Makin Berat
Selain dari asing, kebutuhan modal untuk pembangunan bergantung pada kredit perbankan. Namun perbankan memiliki keterbatasan likuiditas dalam menyalurkan kreditnya.
Mirza menjelaskan, perbankan hanya mampu memberikan kredit maksimal 35 persen atau Rp 4.000 triliun dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp 11 ribu triliun. "Jadi, sudah pasti kredit perbankan Indonesia tidak cukup."
Baca: Minyak Mentah Capai US$ 50-60 dalam 15 Bulan ke Depan
Kondisi ini, Mirza melanjutkan, berbeda dengan di negara lain yang perbankannya mampu menyalurkan kredit untuk pembangunan dalam negeri menyamai kebutuhan PDB-nya.
GHOIDA RAHMAH