TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memfokuskan pembangunan pariwisata di tiga destinasi utama. Langkah ini dilakukan untuk mengejar target wisatawan 20 juta kunjungan per tahun pada 2017.
"Pembangunan tujuan wisata baru itu akan difokuskan di tiga destinasi, yaitu Mandalika, Borobudur, dan Danau Toba," kata Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat, 21 Oktober 2016, seusai rapat di kantor Wakil Presiden, Jakarta. Rapat itu juga dihadiri, antara lain, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tom Lembong.
Luhut mengatakan pembangunan destinasi wisata itu akan dilakukan secara terintegrasi antar-kementerian, misalnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pariwisata, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Kami berharap awal bulan sudah kami finalisasi dan nanti akan kami buat siapa berbuat apa," ujar Luhut.
Kementerian Pariwisata Arief Yahya mengatakan akan ada pinjaman dari Bank Dunia untuk pengembangan tiga destinasi wisata tersebut. Total pinjaman akan mencapai US$ 200 juta. "Pinjamannya akan dibagi dua, yang pertama Project Preparation Fund akan diluncurkan Januari 2017, sementara signing loan-nya pada Juni 2017, dan efektifnya mulai Juli 2017," tutur Arief.
Sebelumnya, pemerintah berencana membangun sepuluh destinasi wisata dengan dana yang dibutuhkan mencapai US$ 20 miliar. Arief mengatakan, jika diasumsikan US$ 20 miliar itu adalah Rp 200 triliun, kebutuhan untuk pembangunan public utilities (sarana dan prasarana publik) diperkirakan Rp 100 triliun. Dari kebutuhan Rp 100 triliun ini, pemerintah hanya sanggup menyediakan Rp 30 triliun.
Laporan dari Kementerian Keuangan, kata Arief, dalam setahun rata-rata anggaran seluruh kementerian/lembaga yang digunakan untuk infrastruktur pariwisata mencapai Rp 6 triliun per tahun. "Kalau lima tahun, berarti Rp 30 triliun. Kebutuhan kami Rp 100 triliun, jadi semua infrastruktur seperti itu," ucap Arief.
Karena itulah dia mengatakan dibutuhkan pembiayaan dari luar, misalnya dari Bank Dunia. Dana dari Bank Dunia ini akan digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana, misalnya memperbaiki jalan dan akses ke lokasi. Adapun kebutuhan Rp 100 triliun lagi diharapkan berasal dari investasi swasta.
Tom Lembong mengatakan pembukaan kesempatan bagi swasta untuk berinvestasi dalam pengembangan destinasi wisata ini adalah kesempatan bagus. "Saya sangat exciting karena menurut saya ini peluang investasi yang luar biasa," katanya.
Dia memberi contoh, pelaku usaha yang berinvestasi pertama kali di Bali 20 tahun lalu mendapat hasil yang sudah berlipat saat ini. "Jadi sekarang harus dilihat kami bikin 'Bali' baru," ujarnya. Dia menambahkan, BKPM siap untuk memastikan pengembangan destinasi wisata ini menjadi investasi yang bankable dan investable.
AMIRULLAH