TEMPO.CO, Depok - Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menenggelamkan lebih dari 200 kapal asing dan Indonesia, yang melanggar selama dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf kalla . Staf Khusus Satuan Tugas Anti Ilegal Unreported and Unregulated Kementerian Kelautan dan Perikanan Yunus Husein mengatakan setiap hari hampir selalu ada kapal ilegal yang ditangkap.
"Mereka banyak ditangkap di dekat Natuna dan Bitung," kata Yunus dalam diskusi penegakan hukum pada penangkapan ikan ilegal oleh kapal asing di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis, 20 Oktober 2016.
Yunus menuturkan kapal asing yang melanggar kebanyakan ditangkap di Zona Ekonomi Ekslusif. Ada juga kapal Indonesia yang ditangkap karena mempekerjakan anak buah kapal asing yang menggunakan identitas KTP Indonesia palsu.
Kapal penangkap ikan yang melanggar diperbatasan Indonesia dan Filipina, biasanya kapal-kapal kecil. Negara Vietnam yang paling banyak melanggar dan kapalnya ditenggelamkan. "Kami tidak pernah memberikan izin kapal asing," ucapnya.
Yunus mengatakan masih banyak kapal lokal yang menggunakan cantrang, dan bahan peledak dalam mencari ikan. Sejauh ini, mereka tidak bisa dipidana karena masih menunda penerapan aturan tersebut sampai akhir tahun. "Sejauh ini larangan cantrang baru berupa surat edaran," ujarnya.
Baca Juga:
Selain itu, banyak nelayan lokal yang menangkap ikan di luar wilayah yang diizinkan. "Kalau sampai mereka melanggar bakal didenda, yang bisa mencapai Rp250 juta," kata Yunus.
Namun begitu, kata dia, yang menjadi pertanyaan adalah kapal Indonesia didenda saat mengambil ikan di negara sendiri. Sedangkan, banyak kapal asing yang mengambil ikan di Zona Ekonomi Ekslusif. "Selama ini kapal asing didenda. Tapi, jika tidak bayar denda mereka subsider kurungan penjara susah. Sebab, menurut Mahkamah Agung tidak boleh dikurung,"kata Yunus.
Ia menuturkan selama ini kapal yang melanggar lebih banyak ditenggelamkan dari pada disita. Sebab, biaya menenggelamkan lebih murah. "Kendalanya kalau menenggelamkan butuh waktu lama," ujarnya.
Kapal yang dirampas negara lebih banyak ditenggelamkan dari pada diserahkan kepada pihak lain, seperti universitas, pemerintah daerah dan nelayan. "Soalnya, pernah diberikan ke universitas tapi tidak pernah diambil,"kata Yunus.
Jika diberikan ke Pemda pun, kata Yunus, tidak ada yang merawatnya. Dan jika diberikan ke nelayan bisa dijual lagi. "Masalah lain jika dilelang yang membeli dia, dia lagi," tuturnya.
IMAM HAMDI